Nama : Iip Pirdaus
Nim :
2222100094
Kelas : VB Diksatrasia
Analisis Bionarasi ‘Tubuh Terbelah’
Karya :
Nandang Aradea
“Bukan
sastra jika tak mampu memikat hati, bukan karya bila tak memiliki nilai dan
bukan karya sastra bila tak menyimpan sejuta misteri”.
Salah satu karya sastra yang sudah sangat membooming di dunia seni sastra serta memiliki banyak nilai
kehidupan yaitu Drama, bagi saya drama merupakan salah satu dari tiga jenis
pokok karya sastra dan memiliki peranan penting dalam meningkatkan kemampuan
berbahasa dan pelestarian kebudayaan bangsa, selain itu drama juga merupakan
karya yang dibuat untuk dipentaskan di atas panggung oleh para aktor. Walau
masih ada masyarakat ‘awam’ yang masih menilai drama hanyalah dialog antar aktor,
memiliki konflik dan berakhir sedih atau senang namun, bagi para pecinta satra drama akan dipandang sebagai
kunci melahirkan dan menuangkan perasaan dalam hati dari kehidupan nyata
ataupun fana. Sama halnya dengan drama yang di pentaskan
TSI (Teater Studio Indonesia ) yang bekerja sama dengan teater Kape Ide
Untirta-Serang berjudul bionarasi tubuh terbelah karya sekaligus disutradarai
Nandang Aradea ini menyimpan banyak nilai kehidupan yaitu Kehidupan yang
menyimpan misteri baik suka duka, asa ataupun rasa disetiap sudut waktunya.
Pementasan Bionarasi “Tubuh Terbelah” ini tidak menggunakan ruang tertutup
melainkan terbuka yaitu sebuah lapangan yang di kelilingi pepohonan dan semak
belukar dan hanya ada rumah atau saya lebih suka menyebutnya pondok TSI di muka
lapang tepat samping jalan dan ini kali pertama saya menonton pementasan dengan
ruang bebas napas.
Beranjak dari hal itu, mungkin saya merupakan salah satu penonton yang
menyimpan dercak kagum terhadap sutradara sekaligus bingung, bingung karena dari
awal pementasan sampai akhir pementasan yang saya lihat hanya aktor yang mirip
monster berbaju bambu dan terlihat kotor serta hanya memakai kolor (panjang) diiringi nyanyian/ wawacan dari Babad Banten
yang ditembangkan dengan langgam pupuh Dangdanggula dan Sinom yang mampu
membuat saya merinding serta terkadang
lahir kesan seram bercampur aroma magic. Sutradara selalu cerdas menggunakan simbol, atau
petanda-petanda yang jika dikaji lebih dalam makna itu akan tersirat dengan
sendirinya, mungkin ini salah satu khas beliau dalam mementaskan
sebuah drama, beliau sepertinya selalu ingin setiap penonton mampu
menggali,mengkaji, dan memahami pesan yang tersirat di dalamnya.
Dua Tafsir
Dalam Bionarasi “Tubuh Terbelah”
Setiap orang memiliki pemahaman,penafsiran dan persepsi berbeda-beda dari
apa yan dilihat dan didengarnya, saya pun demikian tentang makna Bionarasi
“Tubuh Terbelah”, penafsiran pertama saya bahwa Bionarasi Tubuh Terbelah merupakan
gambaran rakyat banten pada masa kolonial belanda memperebutkan kedamaian dari
penjajah hal ini terlihat ketika di awal munculnya para aktor memakai baju
bambu bak monster yang siap menyerang, lalu mereka melapas baju bambu tersebut
dan ada adegan dimana baju bambu itu di miringkan seperti meriam atau senapan
yang siap menembak dengan sasaran rakyat banten (Penonton) jelas hal itu merupakan
karakter para penjajah/kompeni pada
masa penjajahan, mereka tidak melihat keadaan dan kemiskinan rakyat, mereka
hanya tahu siapa yang kuat, siapa yang berteknologi tinggi dan siapa yang
cerdas dialah yang pantas jadi penguasa, selain itu digambarakan pula sifat
gotong royong rakyat banten masa itu, dimana para aktor mengumpulkan batangan bambu
menjadi satu kesatuan yang kokoh dan erat oleh ikatan dengan pondasi kuali yaitu pondasi yang nantinya mampu
menampung berbagai aspirasi rakyat dengan kekuatan yang di padu oleh kerjasama
sebagai simbol kejayaan rakyat banten, bambu itu juga sebagai senjata rakyat
banten melawan penjajah dan setelah bambu membentuk sebuah rekayasa bangunan
para aktor menaikinya sebagai arti bahwa rakyat berhasil melawan kolonial
belanda serta berdirinya bambu utama sebagai symbol menara banten yang sampai
sekarang tetap berdiri kokoh.
Selanjutnya, penafsiran kedua saya yaitu Bionarasi “Tubuh Terbelah” menggambaran
fenomena kehidupan di era globalisasi seperti sekarang, ada 3 pokok makna yang
terlampir dalam gerak/adegan tokoh pada pementasan Bionarasi “Tubuh Terbelah”
sebagai tafsir kedua saya, yaitu :
1.
Aktor dengan pakaian bambu
menyerupai robot:
Pada adegan
ini para aktor berjalan ke berbagai sudut, sekali-kali menaruh baju bambu
mereka bahkan ada yang memegang ujung baju bambu itu seperti sedang memegang
senapan kaliber tinggi. Dari adegan ini makna yang tertangkap bahwa semakin
derasnya sifat rakus orang terhadap kebutuhan tersier yaitu segala hal yang
berbau modern dan berteknologi tinggi sebagai ajang pengenalan diri terhadap orang-orang yang di
sekelilingnya serta sebagai alat pemuas batin, selain itu pula terlihat di baju
bambu aktor untaian bambu yang dipotong-potong menyerupai rambut, itu gambaran
bahwa tidak sedikit manusia sekarang yang melupakan jati dirinya hingga
berpecah belah membuat untaian panjang dan kotor terseret nasib dan keinginan
yang menggila, mereka itulah yang di pintarkan dengan modernisasi tapi
psikisnya menolak keadaan hidup mereka (tertekan).
2.
Salah satu aktor digotong pada satu
batang bambu lalu para aktor mengalunkan suara/teriakan/bunyi;
Bagi saya
makna yang tersirat dari adegan ini merupakan citraan dari diri manusia yang
sudah bosan dengan kehidupan dikelilingi kemewahan namun belum pula mendapatkan
kebahagian secara psikis sampai akhir hidupnya sedangkan orang-orang
disekeliling mereka juga malah memperebutkan sisa harta dari hidup yang sudah
mati bukan belajar dari kamatian untuk hidup. Selanjutnya beberapa oraang sudah
melupakan bahasa sebagai jati diri mereka, mereka hanya menggunakan bahasa
prokem untuk berkomunikasi antar golongan dan tidak mampu di mengerti orang
lain sedangkan bahasa yang biasa mereka gunakan sehari-hari sebagai bahasa
nasional, bahasa resmi terlupakan begitu saja.
3.
Aktor menyatukan pelbagai bambu
menjadi satu kesatuan dengan satu bambu besar sebagai penopang bambu lainnya
dan kuali sebagai pondasi kesatuan bambu tersebut.
Dapat
ditafsirkan bahwa diantara manusia yang sudah lupa terhadap bahasa sebagai jati
diri mereka dan budaya, masih ada orang yang ingin menyatukannya kembali lewat
pelbagai cara agar bersatu kembali dan membuat satu kekuatan (bambu) melalalui
ikatan (tali) batin yang terkubur (ruang bambu) dalam hati.
Sudah sempurnakan
Bionarasi “Tubuh Terbelah”
Setiap orang akan menilai sesuatu dari pelbagai sudut pandang, jika saya
melihat dari sudut pandang A belum tentu orang lain A, sama halnya dengan Bionarasi
“Tubuh Terbelah” ini, saya merasa masih terdapat adegan (Alat) yang perlu di
perhatikan yaitu: pertama, saat aktor yang menyatukan bambu mengambil bambu utama
(bambu besar sebagai penopang bambu lain) memasangkan/menopangkannya untuk
bambu lain, bambu tersebut patah karena terlalu kecil ukurnnya dan baru saat
dia mengambil bambu lain yang lebih besar ukurannya bambu itu mampu menopang
bambu-bambu lain, kedua jika bambu-bambu kecil yang mengelilingi lapangan
digunakan sebagai kesan agar lebih hidup pementasan dengan tema maka saya rasa lebih
baik menggunakan daun dan ranting-ranting bambu hidup agar lebih hidup lagi
namun kalau itu hanya sebagai pembatas antara penonton dengan para aktor, tidak
masalah, ketiga pada saat para aktor mengotong satu aktor yang
bergelantungan pada satu batang bambu, kenapa hanya di sebagian sudut sehingga
penonton lain tidak jelas melihatnya, saya rasa itu akan menghilangkan kesan
tertentu pada penonton terhadap pementasan,keempat aktor wanita tidak serempak
mengangkat bambu dengan aktor lain yang notabene
laki-laki karena mungkin bambu terlalu berat sehingga terkesan kurang
kerjasama (lebih di antisipasi).
Beranjak dari hal itu semua, pementasan Bionarasi “Tubuh Terbelah” sudah
luar biasa, semoga ke depannya TSI dan Kafe Ide serta babeh ‘Nandang Aradea’ mampu membawa harum nama negeri ini di ajang
teater luar negeri ‘jepang’ dan semoga tulisan ini bernmanfaat bagi pembaca.
3 NOVEMBER 2012
IIP
PIRDAUS