- Tradisi Nyongcot (Bhs. Sunda) atau Tumpengan setelah Khatam Juz ‘Amma (DiTurus-Patia)
Kajian yang digunakan yaitu semiotika Roland Barthes
secara kronologi tradisi ini dilakukan oleh para santri yang baru menamatkan
juz ama dipondok Rumah. Sebagai E1 adalah tumpeng (Nasi) yang dihiasi aneka
rempah seperti cabai,bawang putuh,dll serta lauk pauk biasanya seekor ayam yang
dipanggang utuh dihiasi butiran telur ayam atau bebek disampingnnya dan
dibuatkan semacam sarang sebagai hiasan telur dari sayuran seperti
kol,kentang,seledri,dll, tidak lupa juga diatas tumpeng ditancapkan uang
biasanya pecahan Rp. 100.000an, sebagai E2 ini merupakan sebuah tradisi yang
turun temurun dalam sebuah keluarga / ucapan terimakasih kepada sang guru
karena telah sanggup mengajari si anak/santri sampai tamat/khatam juz ‘amma.
Sebagai R1 Hampir sama dengan E1 yaitu tumpeng yang indah dengan hiasan lauk
pauk,sayuran,dan uang serta warna ke emasan pada tumpeng yang dihasilkan dari rempah kunyit dan
sebagai R2 ( terkognisi) yaitu pengakuan sudah mendapat ijazah kelulusan dari tingkat dasar (juz ama) menuju tingkat
tinggi artinya si anak sudah siap menggali ilmu al-qur’an seutuhnya tanpa ragu
modal dasar ditinggalkan hal ini dapat juga terlihat dari bentuk tumpeng yaitu
kerucut “dari hal-hal dasar menuju yang lebih spesifik atau pokok”. ( bentuk
pengakuan dari masyarakat kalau si anak sudah khatam membaca ayat suci
Al-Qur’an pada tingkat dasar sebagai modal ke tingkat lebih tinggi).
- Tradisi Mipit Pare (Panen Padi)
Kajian yang digunakan yaitu semiotika ferdinand de
saussure, tradisi ini biasa dilakukan para petani didaerah pandeglang pada
waktu menjelang panen padi.
Dalam
mengkaji saussure ada dua hal yaitu penanda dan petanda, sebagai penanda yaitu
dua rumpun padi yang diikat menggunakan bunga kepayang beureum diatasnya ada
kemenyan yang dibakar (biasanya pakai jampi-jampi) sedangkan petandanya bahwa
padi ini siap dipanen dan petani berkeyakinan bahwa akan mendapatkan hasil yang
berlimpah ruah (padinya banyak yang berisi)
Atau kajian semiotika Roland Barthes, Sebagai E1
yaitu dua rumpun padi yang dipilih dan terlihat paling matang untuk dipanen,
daun dan bunga kepayang beureum serta kemenyan yang dibakar, sebagai E2 yaitu
padi siap untuk dipanen, sebagai R1 yaitu hampir sama dengan E1 yaitu rumpun
padi yang diikat oleh bunga kepayang beureum dan diselipkan daunnya serta
kemenyan yang dibakar diantara himpitan daun kepayang beureum, sebagai R2 yaitu
(Terkognisi) bentuk kepercayaan bahwa padi akan semakin berisi setelah kemenyan
dibakar, bentuk penghormatan kepada Dewi Sri, Dan mungkin ini bentuk syukur
pada nenek moyang yang memiliki tanah sawah terdahulu (dan masih banyak lagi
kemungkinan yang terkognisi di alam pikir interpretan selain yang saya tulis).
Sedangkan biasanya beberapa “abah” menggunakan
jangjawokan sejenis mantra sunda sebagai pengiring pembakaran kemenyan, salah
satunya yaitu :
Mangga Nyi Pohaci ( dewi sri)
Nyimas Alame Nyimas Mulane (pemilik alam pemilik semesta)
Geura ngalih ka gedong manik ratna inten
Abdi ngiringan Ashadu sahadat panata, panetep gama)
Iku kang jumeneng lohelapi Kang ana teleking ati
Kang ana lojering Allah, Kang ana madep maring Allah
Iku wuju salamaet ing dunya, Salamet ing akherat
Asahadu anla ila haileloh Wa ashadu anna Muhammaddarrasolullah
Abdi seja babakti kanu sakti,agung tapa
Nyanggakeun sangu putih sapulukan
Kukus kuning purba herang, Tuduh kang seseda tuhu
Datang ka sang seda herang Tepi ka kang seda sakti
Nu sakti neda kasakten, Neda deugdeugan tanjeuran
Nyimas Alame Nyimas Mulane (pemilik alam pemilik semesta)
Geura ngalih ka gedong manik ratna inten
Abdi ngiringan Ashadu sahadat panata, panetep gama)
Iku kang jumeneng lohelapi Kang ana teleking ati
Kang ana lojering Allah, Kang ana madep maring Allah
Iku wuju salamaet ing dunya, Salamet ing akherat
Asahadu anla ila haileloh Wa ashadu anna Muhammaddarrasolullah
Abdi seja babakti kanu sakti,agung tapa
Nyanggakeun sangu putih sapulukan
Kukus kuning purba herang, Tuduh kang seseda tuhu
Datang ka sang seda herang Tepi ka kang seda sakti
Nu sakti neda kasakten, Neda deugdeugan tanjeuran
Secara makna harfiah ajimantra di atas
menggambarkan sebuah penyerahan terhadap sang pencipta atas segala kenikmatan
alam yang didapat dari Nya serta pengaharapn atas keinginan lebih dari yang
lebih didapat sekarang (saya hanya bisa menterjemahkan sebagian karna ajimantra
ini merupakan bahasa sunda wiwitan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar