Selasa, 09 Oktober 2012

Jenis-jenis Wacana Bahasa Indonesia


Jenis-jenis  Wacana Bahasa Indonesia
Sejumlah ahli telah membuat penjenisan wacana secara beragam.   Keragaman
itu disebabkan oleh perbedaan sudut pandang mereka yang dijadikan dasar dalam mengklasifikasikan wacana. Berikut ini disajikan jenis wacana yang dimaksud.
            Berdasarkan sifatnya, Moeliono, dkk. (1988:335) membedakan wacana atas dua jenis, yaitu wacana interaksi dan wacana transaksi. Wacana interaksi merupakan wacana yang mementingkan hubungan timbal-balik. Sementara itu, wacana transaksi adalah wacana yang menekankan isi. Selanjutnya, kedua wacana ini dapat berwujud lisan maupun tulisan. Wacana lisan yang bersifat interaksi dapat dilihat dalam tanya jawab antara dokter dengan pasien, polisi dengan tersangka, atau jaksa dengan terdakwa. Wacana tulis yang bersifat interaksi dapat berupa, antara lain: polemik, surat menyurat dua kekasih. Lain halnya dengan ceramah, pidato, dakwah, kuliah, semua itu merupakan contoh wacana lisan yang transaksi. Di sisi lain, instruksi, pemberitahuan, pengumuman, iklan, surat cinta, makalah, cerpen adalah contoh wacana tulis yang bersifat transaksi. Lebih lanjut dikatakan bahwa apa pun bentuknya, wacana mengandaikan adanya penyapa dan pesapa. Dalam wacana lisan penyapa adalah pembicara dan pesapa adalah pendengar, sedangkan dalam wacana tulisan, penyapa adalah penulis dan pesapa adalah pembaca.
            Jenis wacana yang dikemukakan Moeliono, dkk. di atas sebenarnya tidak jauh berbeda dengan yang dinyatakan Brown dan Yule (1983). Mereka mengklasifikasikan wacana berdasarkan fungsi bahasa dan cara menghasilkan wacana. Berdasarkan fungsi bahasa, wacana terdiri atas 1) wacana transaksional, yaitu wacana yang digunakan untuk mengekspresikan isi atau informasi yang ditujukan kepada pendengar, seperti ceramah atau khotbah dan 2) wacana interaksional, yaitu wacana yang digunakan untuk menciptakan hubungan social dan personal, seperti terdapat dalam dialog dan polilog. Selanjutnya, berdasarkan cara menghasilkan wacana atau salurannya, wacana terdiri atas 1) teks lisan (spoken text), yaitu rangkaian kalimat yang dideskripsikan dengan ragam lisan dan 2) teks tulis (written text), yaitu rangkaian kalimat yang dideskripsikan dengan ragam tulis.
            Pembahasan tentang jenis wacana secara lebih lengkap dihadirkan oleh Tarigan (1987: 51-61) yang mengklasifikasi wacana berdasarkan empat aspek, yaitu tertulis atau tidaknya wacana, langsung atau tidaknya wacana, cara penuturan wacana dan bentuk wacana. Berdasarkan tertulis tidaknya wacana, dikenal wacana tulis dan wacana lisan. Wacana yang pertama mengacu pada wacana yang disampaikan secara tertulis atau melalui media tulis dan untuk memahaminya diperlukan kegiatan membaca. Wacana yang kedua mengacu kepada wacana yang disampaikan secara lisan atau melalui media lisan dan untuk memahaminya diperlukan kegiatan menyimak. Ditinjau dari langsung tidaknya penyampaian wacana, ada wacana langsung dan wacana tak langsung. Wacana langsung (direct discourse) adalah kutipan wacana yang dibatasai oleh intonasi atau pungtuasi, sedangkan wacana tak langsung (indirect discourse) adalah pengungkapan kembali wacana tanpa mengutip secara utuh atau harfiah kata-kata yang dipakai oleh pembicara dengan menggunakan konstruksi gramatikal atau kata tertentu, misalnya dengan klausa subordinatif, kata bahwa, dan sebagainya.
             Berdasarkan cara penuturannya, wacana digolongkan menjadi wacana pembeberan (expository discourse) dan wacana penuturan (narrative discourse). Wacana pembeberan adalah wacana yang tidak mementingkan waktu dan penutur, berorientasi pada pokok pembicaraan, dan bagian-bagiannya diikat secara logis. Sedangkan wacana penuturan adalah wacana yang mementingkan urutan waktu, dituturkan oleh persona pertama atau ketiga dalam waktu tertentu, berorientasi pada pelaku, dan seluruh bagiannya diikat oleh kronologi.
            Berdasarkan bentuknya, wacana terbagi atas: wacana prosa, wacana  puisis, dan wacana drama. Wacana prosa adalah wacana yang disampaikan dalam bemtuk prosa. Wacana ini dapat berupa novel, cerita pendek, artikel, skripsi, surat, dan sebagainya. Wacana puisi adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk puisi. Sedaangkan wacana drama adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk drama, dalam bentuk dialog, baik secara tertulis maupun secara lisan.
            Syamsuddin (1992: 7-13) merinci jenis wacana dari sudut realitas, media komunikasi, cara pemaparan, dan jenis pemakaian. Dari sudut realitas, wacana dapat berbentuk rangkaian kebahasaan (verbal atau language exist) dan rangkaian nonbahasa (nonverbal atau language likes). Yang dimaksud  rangkaian nonbahasa disini adalah rangkaian isyarat dan tanda-tanda yang bermakna.  Dilihat dari segi media komunikasi yang digunkan wacana terbagi atas wacana lisan dan wacana tulisan. Termasuk ke dalam wacana lisan percakapan atau dialog yang lengkap dari awal samai akhir dan sepenggal ikatan percakapan (adjancency pairs) yang telah menggambarkan situasi, maksud dan rangkaian penggunaan bahasa. Tergolong ke dalam wacana tulis teks yang lebih dari sebuah alinea yang mengungkapkan sesuatu secara beruntun dan utuh, teks yang terdiri dari sebuah alinea yang memuat korelasi dan situasi yang utuh, kusus untuk bahasa Indonesia, teks yang terdiri dari sebuah kalimat majemuk beranak cucu atau kalimat majemuk rapatan.
            Wacana dilihat dari segi pemaparannya, menurut Llamzon dalam Syamsuddin (1992: 9-12) terbagi atas lima jenis, yaitu 1) wacana naratif, 2) wacana prosedural, 3) wacana hortatorik, 4) wacana ekspositorik, 5) wacana deskriptif. Wacana naratif adalah rangkaian tuturan yang menyajikan suatu hal melalui penonjolan tokoh pelaku (orang I atau II) untuk memperluas pengetahuan pendengar atau pembaca. urutan cerita yang diatur melalui alur merupakan kekuatan wacana ini. Wacana prosedural adalah rangkaian tutur yang melukiskan sesuatu secara beruntun, unsurnya tidak dibolak-balik, karena unsur yang lebih dahulu menjadi landasan bagi unsur yang berikutnya. Penyusunan wacana ini biasanya dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan bagaimana sesuatu bekerja atau terjadi, atau bagaimana cara mengerjakan sesuatu. Wacana hortatorik merupakan rangkaian tutur yang isinya bersifat ajakan atau nasihat. Adakalanya tuturan itu bersifat memperkuat keputusan agar lebih meyakinkan, sementara tokoh penting dalam wacana ini adalah orang  II. Wacana ekspositorik merupakan rangkaian tutur yang bersifat memaparkan  sesuatu pokok pikiran. Dalam wacana ini, pokok pikiran itu diperjelas lagi dengan cara menyampaikan uraian bagian-bagian atau detailnya sehingga tingkat pemahaman yang luas dan mendalam tentang itu dapat tercapai. Orientasi pokok wacana ini kepada materi bukan kepada tokoh. Wacana deskriptif merupakan rangkaian tutur yang memaparkan atau melukiskan sesuatu, baik berdasarkan pengalaman maupun pengetahuan penuturnya. Wacana ini dimaksudkan bagi tercapainya penghayatan yang agak imajinatif terhadap sesuatu sehingga pendengar atau pembaca merasakan seolah-olah mengalami atau mengetahuinya secara langsung.
            Wacana dilihat dari jenis pemakaiannya, menurut Merrit dalam Syamsuddin (1992: 13) terdiri atas wacana monolog dan wacana dialog. Wacana monolog dimaknai sebagai wacana yang tidak melibatkan suatu bentuk tutur percakapan atau pembicaraan antara dua pihak yang berkepentingan. Contoh wacana ini adalah semua bentuk teks, sutrat, bacaan, cerita dan lain-lain sejenisnya. Wacana dialog diartikan sebagai wacana yang dibentuk oleh percakapan atau pembicaraan antara dua pihak. Yang termasuk jenis wacana ini adalah obrolan, pembicaraan dalam telpon, tanya-jawab, wawancara, teks drama, dan sejenisnya.
            Demikianlah telah dikemukakan jenis-jenis wacana menurut para ahli bahasa. Sekilas terlihat seolah-olah ada perbedaan yang mencolok dalam mengklasisikasikan wacana. Namun, jika dicermati, mereka umumnya hanya berbeda  dalam penggunaan istilah yang dijadikan sudut pandang dalam merinci jenis-jenis wacana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar