Selasa, 09 Oktober 2012

PENGERTIAN WACANA


Pengertian Wacana
Istilah wacana atau discourse dalam bahasa Inggris secara etimologis berasal
dari bahasa Latin yaitu discursus, yang berarti ‘lari kian kemari’. Di negara kita sendiri istilah wacana ini merupakan istilah yang baru dikenal , sebelum ini kita lebih mengenal karangan daripada istilah wacana.
Definisi wacana telah banyak dikemukakan oleh ahli bahasa. Secara leksikal,
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan bahwa wacana merupakan 1) komunikasi verbal; percakapan, 2) keseluruhan tutur yang merupakan satu kesatuan, 3) satuan bahasa terlengkap, yang direalisasikan dalam bentuk karangan atau laporan utuh, seperti novel, buku, artikel, pidato, atau khotbah (2001:1265). Sementara itu, dalam Webster’s New Twentieth Century Dictionary (1983:522) istilah wacana atau discourse diartikan sebagai 1) komunikasi pikiran dengan kata-kata; ekspresi dengan ide-ide atau gagasan-gagasan; konversasi atau percakapan, 2) komunikasi secara umum, terutama sebagai suatu subjek studi atau pokok telaah, 3) risalat tulis; disertasi formal; kuliah; ceramah; khotbah. Lalu, Oxford Companion to the English Language (1992:316) mengartikan wacana sebagai 1) secara umum selalu berupa bentuk formal suatu pembicaraan, percakapan, dialog, ceramah, khotbah, atau risalat, 2) adakalanya merupakan bentuk bahasa dan kaidahnya secara umum; wacana manusia atau wacana filsafat, dan 3) dalam linguistik, sebuah unit atau bidang rangkaian ujaran atau tulisan yang lebih panjang dari sebuah kalimat konvensional.
            Pengertian wacana yang dikemukakan oleh pakar linguistik berikut ini secara umum mendukung definisi wacana secara leksikal di atas. Wacana, menurut Edmonson (1981:4) merupakan peristiwa komunikasi yang terstruktur yang dimanifestasikan dalam perilaku linguistik yang membentuk suatu keseluruhan yang padu.            Sehubungan dengan pengertian wacana, Kridalaksana (1994: 23) mengartikan wacana sebagai satuan bahasa terlengkap yang dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Bentuknya dapat berupa karangan utuh (novel, buku, seri ensiklopedi, dsb.), paragraf, kalimat, dan kata beramanat lengkap. Satuan bahasa terlengkap dalam sebuah wacana itu, menurut Moeliono dkk. (1997: 34) dapat berupa rentetan kalimat yang saling berkaitan yang mampu menghubungkan proposisi-proposisi yang ada menjadi sebuah kesatuan. Kemudian, Tarigan (1987: 27) mengatakan bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir nyata disampaikan secara lisan atau tertulis.
            Sementara itu Syamsuddin (1995: 5) mengartikan wacana sebagai rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam satu kesatuan yang koheren, dibentuk oleh unsur segmental maupun nonsegmental bahasa. Dengan demikian, sebuah wacana di samping harus memuat satuan bahasa yang bermakna utuh, juga dibentuk oleh unsur segmental maupun nonsegmental bahasa.
            Kenyataan bahwa wacana melibatkan unsur segmental maupun nonsegmental dapat dipahami mengingat wacana merupakan wujud penggunaan bahasa dalam berkomunikasi, yang tidak saja mempergunakan seperangkat alat linguistik seperti fonem, morfem, kata, frase, kalusa, dan kalimat, tetapi juga memperhatikan konteks seperti situasi, pembicara, pendengar, waktu, tempat, anamat, dan saluran komunikasi.
            Samsuri (1988:1) mengartikan wacana sebagai rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa kjomunikasi. Komunikasi itu dapat menggunakan bahasa lisan, dan dapat pula memakai bahasa tulisan. Wacana mungkin bersifat transaksional, jika yang dipentingkan ialah isi komunikasi, tetapi juga dapat bersifat interaksional, jika merupakan komunikasi timbal balik. 
           
Dengan berlandaskan pada sejumlah pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa wacana merupakan satuan bahasa terlengkap yang dibentuk oleh unsur segmental maupun nonsegmental sebagai wujud penggunaan bahasa dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan, yang memiliki makna utuh.

Daftar Bacaan
Kridalaksana, Harimurti. 1994. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.

Moeliono, Anton dan kawan-kawan. 1997. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.

Sumarlam, dkk. 2004. Analisis Wacana. Bandung: Pakar Raya.

Syamsuddin, A.R. 1995. Studi Wacana: Teori-Analisis-Pengajaran. Bandung : FPBS
IKIP Bandung.

Tarigan, H.G.  1987. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar