Jenis-jenis Wacana Bahasa Indonesia
Sejumlah ahli telah membuat penjenisan wacana secara
beragam. Keragaman
itu disebabkan oleh perbedaan sudut pandang mereka yang dijadikan
dasar dalam mengklasifikasikan wacana. Berikut ini disajikan jenis wacana yang
dimaksud.
Berdasarkan
sifatnya, Moeliono, dkk. (1988:335) membedakan wacana atas dua jenis, yaitu
wacana interaksi dan wacana transaksi. Wacana interaksi merupakan wacana yang
mementingkan hubungan timbal-balik. Sementara itu, wacana transaksi adalah wacana
yang menekankan isi. Selanjutnya, kedua wacana ini dapat berwujud lisan maupun
tulisan. Wacana lisan yang bersifat interaksi dapat dilihat dalam tanya jawab
antara dokter dengan pasien, polisi dengan tersangka, atau jaksa dengan
terdakwa. Wacana tulis yang bersifat interaksi dapat berupa, antara lain:
polemik, surat menyurat dua kekasih. Lain halnya dengan ceramah, pidato,
dakwah, kuliah, semua itu merupakan contoh wacana lisan yang transaksi. Di sisi
lain, instruksi, pemberitahuan, pengumuman, iklan, surat cinta, makalah, cerpen
adalah contoh wacana tulis yang bersifat transaksi. Lebih lanjut dikatakan
bahwa apa pun bentuknya, wacana mengandaikan adanya penyapa dan pesapa. Dalam
wacana lisan penyapa adalah pembicara dan pesapa adalah pendengar, sedangkan
dalam wacana tulisan, penyapa adalah penulis dan pesapa adalah pembaca.
Jenis wacana yang
dikemukakan Moeliono, dkk. di atas sebenarnya tidak jauh berbeda dengan yang
dinyatakan Brown dan Yule (1983). Mereka mengklasifikasikan wacana berdasarkan
fungsi bahasa dan cara menghasilkan wacana. Berdasarkan fungsi bahasa, wacana
terdiri atas 1) wacana transaksional, yaitu wacana yang digunakan untuk
mengekspresikan isi atau informasi yang ditujukan kepada pendengar, seperti
ceramah atau khotbah dan 2) wacana interaksional, yaitu wacana yang digunakan
untuk menciptakan hubungan social dan personal, seperti terdapat dalam dialog
dan polilog. Selanjutnya, berdasarkan cara menghasilkan wacana atau salurannya,
wacana terdiri atas 1) teks lisan (spoken text), yaitu rangkaian kalimat
yang dideskripsikan dengan ragam lisan dan 2) teks tulis (written text),
yaitu rangkaian kalimat yang dideskripsikan dengan ragam tulis.
Pembahasan tentang
jenis wacana secara lebih lengkap dihadirkan oleh Tarigan (1987: 51-61) yang
mengklasifikasi wacana berdasarkan empat aspek, yaitu tertulis atau tidaknya
wacana, langsung atau tidaknya wacana, cara penuturan wacana dan bentuk wacana.
Berdasarkan tertulis tidaknya wacana, dikenal wacana tulis dan wacana lisan.
Wacana yang pertama mengacu pada wacana yang disampaikan secara tertulis atau
melalui media tulis dan untuk memahaminya diperlukan kegiatan membaca. Wacana
yang kedua mengacu kepada wacana yang disampaikan secara lisan atau melalui
media lisan dan untuk memahaminya diperlukan kegiatan menyimak. Ditinjau dari
langsung tidaknya penyampaian wacana, ada wacana langsung dan wacana tak
langsung. Wacana langsung (direct discourse) adalah kutipan wacana yang
dibatasai oleh intonasi atau pungtuasi, sedangkan wacana tak langsung (indirect
discourse) adalah pengungkapan kembali wacana tanpa mengutip secara utuh
atau harfiah kata-kata yang dipakai oleh pembicara dengan menggunakan
konstruksi gramatikal atau kata tertentu, misalnya dengan klausa subordinatif,
kata bahwa, dan sebagainya.
Berdasarkan cara penuturannya, wacana
digolongkan menjadi wacana pembeberan (expository
discourse) dan wacana penuturan (narrative
discourse). Wacana pembeberan adalah wacana yang tidak mementingkan waktu
dan penutur, berorientasi pada pokok pembicaraan, dan bagian-bagiannya diikat
secara logis. Sedangkan wacana penuturan adalah wacana yang mementingkan urutan
waktu, dituturkan oleh persona pertama atau ketiga dalam waktu tertentu,
berorientasi pada pelaku, dan seluruh bagiannya diikat oleh kronologi.
Berdasarkan bentuknya,
wacana terbagi atas: wacana prosa, wacana
puisis, dan wacana drama. Wacana prosa adalah wacana yang disampaikan
dalam bemtuk prosa. Wacana ini dapat berupa novel, cerita pendek, artikel,
skripsi, surat, dan sebagainya. Wacana puisi adalah wacana yang disampaikan
dalam bentuk puisi. Sedaangkan wacana drama adalah wacana yang disampaikan
dalam bentuk drama, dalam bentuk dialog, baik secara tertulis maupun secara
lisan.
Syamsuddin (1992:
7-13) merinci jenis wacana dari sudut realitas, media komunikasi, cara
pemaparan, dan jenis pemakaian. Dari sudut realitas, wacana dapat berbentuk
rangkaian kebahasaan (verbal atau language exist) dan rangkaian
nonbahasa (nonverbal atau language likes). Yang dimaksud rangkaian nonbahasa disini adalah rangkaian
isyarat dan tanda-tanda yang bermakna.
Dilihat dari segi media komunikasi yang digunkan wacana terbagi atas
wacana lisan dan wacana tulisan. Termasuk ke dalam wacana lisan percakapan atau
dialog yang lengkap dari awal samai akhir dan sepenggal ikatan percakapan (adjancency
pairs) yang telah menggambarkan situasi, maksud dan rangkaian penggunaan
bahasa. Tergolong ke dalam wacana tulis teks yang lebih dari sebuah alinea yang
mengungkapkan sesuatu secara beruntun dan utuh, teks yang terdiri dari sebuah
alinea yang memuat korelasi dan situasi yang utuh, kusus untuk bahasa
Indonesia, teks yang terdiri dari sebuah kalimat majemuk beranak cucu atau
kalimat majemuk rapatan.
Wacana dilihat dari
segi pemaparannya, menurut Llamzon dalam Syamsuddin (1992: 9-12) terbagi atas
lima jenis, yaitu 1) wacana naratif, 2) wacana prosedural, 3) wacana
hortatorik, 4) wacana ekspositorik, 5) wacana deskriptif. Wacana naratif adalah
rangkaian tuturan yang menyajikan suatu hal melalui penonjolan tokoh pelaku
(orang I atau II) untuk memperluas pengetahuan pendengar atau pembaca. urutan
cerita yang diatur melalui alur merupakan kekuatan wacana ini. Wacana
prosedural adalah rangkaian tutur yang melukiskan sesuatu secara beruntun,
unsurnya tidak dibolak-balik, karena unsur yang lebih dahulu menjadi landasan
bagi unsur yang berikutnya. Penyusunan wacana ini biasanya dimaksudkan untuk
menjawab pertanyaan bagaimana sesuatu bekerja atau terjadi, atau bagaimana cara
mengerjakan sesuatu. Wacana hortatorik merupakan rangkaian tutur yang isinya
bersifat ajakan atau nasihat. Adakalanya tuturan itu bersifat memperkuat
keputusan agar lebih meyakinkan, sementara tokoh penting dalam wacana ini
adalah orang II. Wacana ekspositorik
merupakan rangkaian tutur yang bersifat memaparkan sesuatu pokok pikiran. Dalam wacana ini,
pokok pikiran itu diperjelas lagi dengan cara menyampaikan uraian bagian-bagian
atau detailnya sehingga tingkat pemahaman yang luas dan mendalam tentang itu
dapat tercapai. Orientasi pokok wacana ini kepada materi bukan kepada tokoh.
Wacana deskriptif merupakan rangkaian tutur yang memaparkan atau melukiskan
sesuatu, baik berdasarkan pengalaman maupun pengetahuan penuturnya. Wacana ini
dimaksudkan bagi tercapainya penghayatan yang agak imajinatif terhadap sesuatu
sehingga pendengar atau pembaca merasakan seolah-olah mengalami atau
mengetahuinya secara langsung.
Wacana dilihat dari
jenis pemakaiannya, menurut Merrit dalam Syamsuddin (1992: 13) terdiri atas
wacana monolog dan wacana dialog. Wacana monolog dimaknai sebagai wacana yang
tidak melibatkan suatu bentuk tutur percakapan atau pembicaraan antara dua
pihak yang berkepentingan. Contoh wacana ini adalah semua bentuk teks, sutrat,
bacaan, cerita dan lain-lain sejenisnya. Wacana dialog diartikan sebagai wacana
yang dibentuk oleh percakapan atau pembicaraan antara dua pihak. Yang termasuk
jenis wacana ini adalah obrolan, pembicaraan dalam telpon, tanya-jawab,
wawancara, teks drama, dan sejenisnya.
Demikianlah telah
dikemukakan jenis-jenis wacana menurut para ahli bahasa. Sekilas terlihat seolah-olah
ada perbedaan yang mencolok dalam mengklasisikasikan wacana. Namun, jika
dicermati, mereka umumnya hanya berbeda
dalam penggunaan istilah yang dijadikan sudut pandang dalam merinci
jenis-jenis wacana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar