KONTEKS WACANA
A. Pengertian Konteks
Dahulu ahli-ahli bahasa menganalisis kalimat di luar konteks. Arti
atau makna
dari sebuah
kalimat sebenarnya barulah dapat dikatakan benar bila kita ketahui siapa
pembicaranya, siapa pendengarnya bila diucapkan dan lain-lain. Oleh sebeb itu,
para ahli wacana menganalisis kalimat-kalimat itu dengan menganalisis
konteksnya terlebih dahulu. Ahli wacana memperlakukan datanya sebagai teks yang
berada dalam suatu konteks.
Wacana dan bagian-bagian wacana atau
satuan bahasa senantiasa dituturkan dalam konteks. Dengan kata lain, wacana dan
bagian-bagian wacana senantiasa memiliki konteks Tidak ada wacana baik secara
utuh maupun secara parsial yang dituturkan tanpa konteks. Hal itu sejalan
dengan hakikat wacana sebagai teks. Dalam hal ini konteks dapat diartikan
sebagai hal-hal yang menjadi lingkungan teks, apa yang terjadi di sekitar teks.
B. Macam-macam Konteks
Secara garis besar konteks dapat dipilah menjadi dua kategori, yaitu
konteks
linguistik dan
konteks ekstralinguistik. Di bawah ini akan diuraikan satu per satu.
1.
Konteks Linguistik
Konteks linguistik merupakan konteks wacana atau lingkungan wacana
yang
berupa
unsur bahasa. Pada uraian berikut
dikemukakan konteks linguistik yang mencakup a) penyebutan depan, b) sifat kata
kerja, c) kata kerja bantu, dan d) proposisi positif.
a.
Penyebutan Depan
Penyebutan depan adalah lingkungan linguistik yang berupa bagian
wacana
yang disebut
terdahulu sebelum bagian teks yang lain. Dari penyebutan depan itulah status
sebuah acuan (sesuatu yang dimaksudkan) dapat terwujud dan dapat dikenali.
Agar lebih
jelas, lihatlah contoh di bawah ini.
(1)
Tersebutlah pada zaman dahulu
seorang raja yang sangat terkenal. Dia dikenal sebagai raja yang adik dan
bijaksana. Rakyatnya penuh hormat dan pengabdian kepadanya.
(2)
Pada zaman dahulu ada janda
yang memiliki seekor singa. Seorang janda itu masih muda. Seekor singa bengis
dan suka makan kepala orang.
Kalimat pertama pada teks (1) tersebut merupakan prasyarat kehadiran
kalimat kedua
dan ketiga. Hal itu dibuktikan dengan menghilangkan kalimat pertama
pada teks
tersebut. Dapat dibayangkan bahwa teks wacana tersebut tidak akan terwujud jika
kalmat pertama dihilangkan karena kita tidak akan mengenali acuan dia
pada kalimat kedua dan acuan –nya pada kalimat ketiga.
Berbeda dengan teks (1) di atas,
pada teks (2) terjadi keganjilan karena kalimat kedua dan ketiga tidak
mengandung informasi yang dapat dicari dari kalimat pertama.
b.
Sifat Kata Kerja
Kita harus pahami dulu bahwa kata kerja terbagi dua kategori, yaitu
kata kerja
generik (umum)
dan kata kerja tak generik (spesifik).
Kata kerja generik adalah kata kerja yang benda penyertanya tidak dapat menjadi
informasi lama, yakni informasi yang tidak dapat disebut kembali dengan
pemarkah itu atau ini. Sebaliknya, kata kerja tak generik adalah
kata kerja yang benda penyertanya dapat diikuti objek dan objek itu dapat
disebut kembali dengan pemarkah ini atau itu. Dengan cirri
tersebut dapat kita lihat bahwa dua kalimat pada (3) membentuk wacana,
sedangkan pada (4) tidak membentuk wacana. Perbedaan itu terjadi karena verba memiliki
pada (3) berciri tak generik (spesifik), sedangkan suka pada (4) berciri
generik (umum).
(3)
Di desa ini ada petani yang
memiliki lembu. Lembu itu ditempatkan dibelakang rumah.
(4)
Di desa ini ada petani yang
suka lembu. Lembu itu ditempatkan di belakang rumah.
c.
Kata Kerja Bantu
Kata kerja bantu adalah kata kerja yang ditambahkan pada kata kerja
utama.
(5)
Dodo sudah membeli sepeda baru.
Sepeda itu dibelinya dengan uang dari orang tuanya.
(6)
Yaya baru saja mendapat hadiah.
Hadiah itu merupakan pernghargaan dari kepala kantornya.
(7)
Dodo belum membeli sepeda baru.
Sepeda itu dibelinya dengan uang dari orang tuanya.
(8)
Yaya ingin mendapatkan hadiah.
Hadiah itu merupakan penghargaan dari kepala kantornya.
d.
Proposisi Positif
Secara sederhana proposisi dapat diartikan sebagai pernyataan.
Secara teknis,
proposisi dapat
diartikan sebagai konfigurasi makna yang terjadi dari hubungan antara unsur
subjek dan predikat beserta unsur-unsur yang lain dalam klausa atau kalimat.
Menurut Kridalaksana (1993) proposisi adalah konfigurasi makna yang menjelaskan
isi komunikasi dari pembicaraan, yang terjadi dari predicator yang berkaitan
dengan satu argumen atau lebih. Dalam rumusan yang sederhana dapat dikatakan
bahwa proposisi adalah pernyataan, yang setidaknya mengandung dua komponen,
yakni pokok (apa yang dibicarakan dalan kalimat) dan sebutan
(ulasan yang digunakan untuk menjelaskan pokok).
Dari segi ada tidaknya negasi,
proposisi dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni proposisi positif dan
proposisi negatif. Proposisi positif adalah proposisi yang tidak dinegatifkan,
sedangkan proposisi negatif adalah proposisi yang dinegatifkan.
Lihatlah contoh
di bawah ini.
(9)
Oded punya sepatu roda. Sepatu itu dibelinya
di Pasar Baru.
(10) Oded tidak punya sepatu
roda. Sepatu itu dibelinya di Pasar Baru.
Dari contoh di atas, dapat
disimpulkan bahwa dua kalimat pada (9) membentuk wacana, sedangkan dua kalimat
pada (10) tidak membentuk wacana.
2.
Konteks Ekstralinguistik
Konteks ekstralinguistik
adalah konteks yang bukan berupa unsur-unsur
bahasa. Konteks
ekstra linguistik itu bermacam-macam. Hymes
(1974) membagi unsur-unsur konteks menjadi latar, peserta, hasil,
amanat, cara, sarana, norma, dan jenis. Sedangkan Moeliono (1988) menyatakan
bahwa konteks dibentuk oleh berbagai unsusr, seperti situasi, pembicara,
pendengar, waktu, tempat, adegan, topik, peristiwa, bentuk amanat, kode, dan
saluran. Dibawah ini akan dijelaskan beberapa unsur konteks diantaranya adalah
latar, peserta, topik, praanggapan, dan saluran komunikasi.
a.
Latar/Setting
Latar adalah konteks kewacanaan yang berupa tempat, waktu, dan
peristiwa
pembicaraan
dilakukan. Termasuk dalan latas ini hubungan antara pembicara dan pendengar,
gerak-gerik tubuhnya, roman mukanya. Dengan mengetahui seperti itu mukanya
merah karena marah, atau pucat karena takut, waktunya ketika jauh malam, atau
pagi-pagi benar akan akan membuat
seseorang memahami makna pembicaraan.
Konteks tersebut
sangat berpengaruh dalam penggunaan satuan unsur wacana.
(11)“Inikan sudah jam satu. Masak begitu saja tidak siap.” Sebentar
lagi lonceng
berbunyi. Apa kita harus menunggu di sini.
Terlampau! Ayo cepat!
Kalau kita
ketahui latarnya, seprti dimuka kelas, jam telah menunjukkan jan 13.00 dan yang
berbicara itu marah, hubungannya antara murid dan guru, tentulah dapat kita
terka bahwa yang dibicarakan itu soal kerja siswa yang sudah diberi waktu cukup
tapi tidak juga selesai.
b.
Peserta/Partisipan
Peserta mengacu kepada peserta percakapan yaitu orang yang
berpartisipasi
dalam
percakapan. Dalam hal ini yang dimaksud peserta adalah pembicara (penyapa) dan
pendengar (pesapa).
Peserta dengan berbagai aspeknya
sangat berpengaruh terhadap tuturan. Contoh sederhana yang sering kita gunakan
adalah penggunaan kata sapaan dalam wacana. Jika kita berhadapan dengan lelaki
dewasa yang sudah tua dan belum dikenal, kata sapaan yang kita pilih adalah
bapak atau pak. Hal ini akan berbeda ketika kita bertemu dengan teman sebaya
yang umurnya tidak beda jauh, biasanya kita hanya memanggil namanya saja.
Lihatlah contohnya di bawah ini.
(12) “Maaf Pak, apakah boleh saya mengganggu? Rumah Mas Jono sebelah
mana yah.”
(13)
“Tang, kamu mau kemana? Ke
pasar yah!”
c.
Topik
Sama pentingnya dengan peserta adalah topik pembicaraan. Dengan
mengetahui topik
pembicaraan akan mudahlah bagi seseorang yang mendengar atau membaca untuk
memehami pembicaraan atau tulisan. Banyak kata-kata yang mempunyai makna lain
dalam bidang-bidang tertentu.
Topik adalah pokok isi sebuah
wacana. Topik sebuah wacana dapat diketahui dengan mengajukan pertanyaan
“Tentang apa penutur/penulis berbicara atau menulis?” atau “Apa yang
dikemukakan oleh penutur?”. Dalam wacana konversasi, topik adalah apa yang
sedang dibicarakan oleh peserta percakapan.
d.
Kode
Kode mengacu kepada ragam bahasa yang digunakan. Kalau salurannya
lisan,
kodenya dapat
dipilih salah satu dialek bahasa yang ada. Lain halnya jika salurannya tulis,
maka ragam bahasa bakulah yang digunakan. Pemilihan kode bahasa yang tidak
tepat sangat berpengaruh pada efektivitas komunikasi.
e.
Saluran Komunikasi
Bahasa digunakan dengan berbagai cara. Ada yang digunakan secara lisan,
ada juga yang
digunakan secara tulisan. Lisan dan tulisan merupakan saluran bahasa. Dengan
kata lain ada media lisan dan ada media tulisan.
Dalam bahasa tulis, unsur isi
diungkapkan lebih lengkap daripada dalam bahasa lisan.Seorang siswa yang
meminta uang sekolah dan biaya hidup kepada orang tuanya tentu menggunakan
wacana yang berbeda bergantung saluran lisan atau tulis yang dipilihnya. Jika
dia sudah berhadapan langsung dengan orang tuanya, wacana lisan cocok
digunakan. Sebaliknya, jika dia tidak berhadapan langsung, maka wacana dengan surat (16) cocok
digunakan.
(15) “Bu, uang sekolah dan biaya hidupku sudah habis. Beri lagi ya
Bu!”
(16)
Buat Ibu yang saya sayangi.
Ananda dalam keadaan sehat. Mudah-mudahan keluarga di kampung juga demikian.
Bu, uang sekolah dan biaya hidup di kota sudah hampir habis, soalnya minggu
kemarin harus membeli dua buah buku yang harganya agak mahal. Karena itu,
Ananda mengharapkan kiriman uang dari Ibu. Mudah-mudahan Ibu dapat
mengirimkannya dalam waktu dekat. Soalnya, kalau terlambat Ananda harus
berutang ada teman.
Demikian Bu, kabar dari Ananda. Mohon doanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar