Pengertian Wacana
Istilah
wacana atau discourse dalam bahasa Inggris secara etimologis berasal
dari bahasa Latin
yaitu discursus, yang berarti ‘lari kian kemari’. Di negara kita sendiri
istilah wacana ini merupakan istilah yang baru dikenal , sebelum ini kita lebih
mengenal karangan daripada istilah wacana.
Definisi
wacana telah banyak dikemukakan oleh ahli bahasa. Secara leksikal,
dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan bahwa wacana merupakan 1) komunikasi verbal;
percakapan, 2) keseluruhan tutur yang merupakan satu kesatuan, 3) satuan bahasa
terlengkap, yang direalisasikan dalam bentuk karangan atau laporan utuh,
seperti novel, buku, artikel, pidato, atau khotbah (2001:1265). Sementara itu,
dalam Webster’s New Twentieth Century Dictionary (1983:522) istilah
wacana atau discourse diartikan sebagai 1) komunikasi pikiran dengan
kata-kata; ekspresi dengan ide-ide atau gagasan-gagasan; konversasi atau
percakapan, 2) komunikasi secara umum, terutama sebagai suatu subjek studi atau
pokok telaah, 3) risalat tulis; disertasi formal; kuliah; ceramah; khotbah.
Lalu, Oxford Companion to the English Language (1992:316) mengartikan
wacana sebagai 1) secara umum selalu berupa bentuk formal suatu pembicaraan,
percakapan, dialog, ceramah, khotbah, atau risalat, 2) adakalanya merupakan
bentuk bahasa dan kaidahnya secara umum; wacana manusia atau wacana filsafat,
dan 3) dalam linguistik, sebuah unit atau bidang rangkaian ujaran atau tulisan
yang lebih panjang dari sebuah kalimat konvensional.
Pengertian wacana yang dikemukakan
oleh pakar linguistik berikut ini secara umum mendukung definisi wacana secara
leksikal di atas. Wacana, menurut Edmonson (1981:4) merupakan peristiwa
komunikasi yang terstruktur yang dimanifestasikan dalam perilaku linguistik
yang membentuk suatu keseluruhan yang padu. Sehubungan
dengan pengertian wacana, Kridalaksana (1994: 23) mengartikan wacana sebagai
satuan bahasa terlengkap yang dalam hierarki gramatikal merupakan satuan
gramatikal tertinggi atau terbesar. Bentuknya dapat berupa karangan utuh
(novel, buku, seri ensiklopedi, dsb.), paragraf, kalimat, dan kata beramanat
lengkap. Satuan bahasa terlengkap dalam sebuah wacana itu, menurut Moeliono
dkk. (1997: 34) dapat berupa rentetan kalimat yang saling berkaitan yang mampu
menghubungkan proposisi-proposisi yang ada menjadi sebuah kesatuan. Kemudian,
Tarigan (1987: 27) mengatakan bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan
tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi
tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir nyata disampaikan
secara lisan atau tertulis.
Sementara itu Syamsuddin (1995: 5)
mengartikan wacana sebagai rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang
mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis,
dalam satu kesatuan yang koheren, dibentuk oleh unsur segmental maupun
nonsegmental bahasa. Dengan demikian, sebuah wacana di samping harus memuat
satuan bahasa yang bermakna utuh, juga dibentuk oleh unsur segmental maupun
nonsegmental bahasa.
Kenyataan bahwa wacana melibatkan
unsur segmental maupun nonsegmental dapat dipahami mengingat wacana merupakan
wujud penggunaan bahasa dalam berkomunikasi, yang tidak saja mempergunakan
seperangkat alat linguistik seperti fonem, morfem, kata, frase, kalusa, dan kalimat,
tetapi juga memperhatikan konteks seperti situasi, pembicara, pendengar, waktu,
tempat, anamat, dan saluran komunikasi.
Samsuri (1988:1) mengartikan wacana
sebagai rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa kjomunikasi. Komunikasi
itu dapat menggunakan bahasa lisan, dan dapat pula memakai bahasa tulisan.
Wacana mungkin bersifat transaksional, jika yang dipentingkan ialah isi
komunikasi, tetapi juga dapat bersifat interaksional, jika merupakan komunikasi
timbal balik.
Dengan
berlandaskan pada sejumlah pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa wacana
merupakan satuan bahasa terlengkap yang dibentuk oleh unsur segmental maupun
nonsegmental sebagai wujud penggunaan bahasa dalam berkomunikasi, baik lisan
maupun tulisan, yang memiliki makna utuh.
Daftar Bacaan
Kridalaksana, Harimurti. 1994. Kamus
Linguistik. Jakarta: Gramedia.
Moeliono, Anton dan kawan-kawan. 1997. Tata
Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Sumarlam, dkk. 2004. Analisis Wacana. Bandung: Pakar Raya.
Syamsuddin, A.R. 1995. Studi Wacana:
Teori-Analisis-Pengajaran. Bandung : FPBS
IKIP Bandung.
Tarigan, H.G.
1987. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar