TINJAUAN SOSIOLINGUISTIK BAHASA ALAY
BABI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ikrar yang dikenal dengan nama “Sumpah Pemuda” ini butir
ketiga berbunyi “Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung tinggi
bahasa persatuan, bahasa Indonesia” yang diperingati setiap tahun oleh bangsa
Indonesia ini juga memperlihatkan betapa pentingnya bahasa bagi suatu bangsa.
Bahasa sebagai alat komunikasi yang paling efektif, mutlak dan diperlukan
setiap bangsa. Tanpa bahasa, bangsa tidak akan mungkin dapat berkembang. Bahasa
menunjukkan identitas bangsa. Bahasa sebagai bagian kebudayaan dapat
menunjukkan tinggi rendahnya kebudayaan bangsa. Pada perjalanan selanjutnya,
bahasa Indonesia tidak lagi sebagai bahasa persatuan, tetapi juga berkembang
sebagai bahasa negara, bahasa resmi, dan bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi.
Setelah Indonesia merdeka, bahasa Indonensia berkembang
dengan baik dan meluas. Bangsa Indonesia telah merasakan betapa perlunya
membina dan memperhatikan perkembangan bahasa Indonesia. Minat bangsa Indonesia
untuk mau mempelajari bahasa Indonesia dengan baik setiap tahun terus
bertambah. Akibatnya, bahasa Indonesia mengalami kemajuan yang pesat.
Bahasa Indonesia mempunyai empat kedudukan, yaitu sebagai bahasa
persatuan, bahasa nasional, bahasa negara, dan bahasa resmi. Dalam
perkembangannya lebih lanjut, bahasa Indonesia berhasil mendudukkan diri
sebagai bahasa budaya dan bahasa ilmu. Keenam kedudukan ini
mempunyai fungsi yang berbeda, walaupun dalam praktiknya dapat saja muncul
secara bersama-sama dalam satu peristiwa, atau hanya muncul satu atau dua
fungsi saja.
Dalam kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi,
bahasa Indonesia bukan saja dipakai sebagai alat komunikasi timbal balik antara
pemerintah dan masyarakat luas, dan bukan saja dipakai sebagai alat perhubungan
antardaerah dan antarsuku, tetapi juga dipakai sebagai alat perhubungan formal
pemerintahan dan kegiatan atau peristiwa formal lainnya. Misalnya,
surat-menyurat antarinstansi pemerintahan, penataran para pegawai pemerintahan,
lokakarya masalah pembangunan nasional, dan surat dari karyawan atau pagawai ke
instansi pemerintah.
Bahasa Indonesia berfungsi pula sebagai bahasa pengantar di
lembaga-lembaga pendidikan, mulai dari lembaga pendidikan terendah (taman
kanak-kanak) sampai dengan lembaga pendidikan tertinggi (perguruan tinggi) di
seluruh Indonesia, kecuali daerah-daerah yang mayoritas masih menggunakan
bahasa daerah sebagai bahasa ibu. Di daerah ini, bahasa daerah boleh dipakai
sebagai bahasa pengantar di dunia pendidikan tingkat sekolah dasar sampai
dengan tahun ketiga (kelas tiga). Setelah itu, harus menggunakan bahasa
Indonesia. Karya-karya ilmiah di perguruan tinggi (baik buku rujukan, karya
akhir mahasiswa – skripsi, tesis, disertasi, dan hasil atau laporan penelitian)
yang ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia harus dibina dan dikembangkan dengan baik
karena bahasa Indonesia itu meruoakan salah satu identitas atau jati diri
bangsaIndonesia. Setiap orang Indonesia patutlah bersikap positif terhadap
bahasa Indonesia, janganlah menganggap remeh dan bersikap negatif. Setiap orang
Indonesia mestilah berusaha agar selalu cermat dan teratur menggunakan bahasa
Indonesia. Sebagai warga negara Indonesia yang baik, mestilah dikembangkan
budaya malu apabila meraka tidak memperguanakn bahasa Indonesia dengan baik dan
benar. Anggapan bahwa penggunaan bahasa Indonesia yang dipenuhi oleh kata,
istilah, dan ungkapan asing merupakan bahasa Indonesia yang “canggih” adalah
anggapan yang keliru. Begitu juga, penggunaan kalimat yang berpanjang-panjang
dan berbelit-belit, sudah tentu memperlihatkan kekacauan cara berpikir orang
yang menggunakan kalimat itu. Apabila seseorang menggunakan bahasa dengan
kacau-balau, sudah tentu hal itu menggambarkan jalan pikiran yang kacau-balau
pula. Sebaliknya, apabila seseorang menggunakan bahasa dengan teratur, jelas,
dan bersistem, cara berpikir orang itu teratur dan jelas pula. Oleh sebab itu,
sudah seharusnyalah setiap orang Indonesia menggunakan bahasa Indonesia yang
teratur, jelas, bersistem, dan benar agar jalan pikiran orang Indonesia
(sebagai pemilik bahasa Indonesia) juga teratur dan mudah dipahami orang lain.
Apabila yang muncul adalah sikap yang negatif, tidak baik,
dan tidak terpuji, akan berdampak pada pemakaian bahasa Indonesia yang kurang
terbina dengan baik. Mereka menggunakan bahasa Indonesia “asal orang mengerti”.
Muncullah pemakaian bahasa Indonesia sejenis bahasa prokem, bahasa plesetan,
dan bahasa jenis lain yang tidak mendukung perkembangan bahasa Indonesia
dengan baik dan benar. Mereka tidak lagi memperdulikan pembinaan bahasa
Indonesia. Padalah, pemakai bahasa Indonesia mengenal ungkapan “Bahasa
menunjukkan bangsa”, yang membawa pengertian bahwa bahasa yang digunakan akan
menunjukkan jalan pikiran si pemakai bahasa itu. Apabila pemakai bahasa kurang
berdisiplin dalam berbahasa, berarti pemakai bahasa itu pun kurang berdisiplin
dalam berpikir.
Sikap bangsa Indonesia terhadap bahasa Indonesia cenderung
ambivalen, sehingga terjadi dilematis. Artinya, di satu pihak kita menginginkan
bahasa Indonesia menjadi bahasa modern, dan dapat mengikuti perkembangan zaman
serta mampu merekam ilmu pengetahuan dan teknologi global, tetapi di pihak lain
kita telah melunturkan identitas dan citra diri itu dengan lebih banyak
mengapresiasi bahasa asing sebagai lambang kemodernan (Warsiman, 2006:42-43).
Atas dasar itu, tidak heran jika para remaja masa kini lebih cenderung
menggunakan bahasa asing atau bahasa gaul sebagai bagian dari hidupnya jika
mereka tidak ingin disebut ketinggalan zaman.
Interaksi global dalam berbagai bidang dewasa ini tidak bisa
dihindari. Akibatnya proses transaksi nilai-nilai global dengan sendirinya juga
akan terjadi. Bagaimana masyarakat kita dengan segala hasil budidayanya,
termasuk bahasa Indonesia.
Pada saat ini, dalam lingkungan pergaulan telah dikenal dan
berkembang bahasa alay (anak lebay). Bahasa alay itu mencampur aduk antara
tulisan, lisan, dan gambar, sehingga semuanya menjadi kacau. Kekacauan bahasa
itu terlihat karena peletakan gambar yang seenaknya dan kadang emosi juga
diungkapkan secara tidak tepat. Bahasa yang rusak itu justru dianggap sebagai
kreatifitas. Penutur bahasa dalam dunia maya memang kreatif, tapi kalau
rusak-rusakan tidak dapat dibilang kreatif. Kerusakan bahasa dan mudahnya
perubahan identitas itu melahirkan generasi yang berani bersikap dan asosial
atau individualis.
Sebenarnya penggunaan kata anak muda dirasa kurang pas,
karena penggunaan bahasa alay ini marak dipopulerkan oleh anak-anak ABG (anak
baru gede) seumuran SMP, maupun SMU. Bahasa ini sangat tidak lazim bagi
orang-orang sehat dan normal. Anak ABG selalu berhasil menciptakan sebuah image
baru mengenai dirinya walaupun hal tersebut banyak menabrak rambu-rambu yang
telah ada. Tidak terkecuali dengan bahasa alay ini, yang menggabungkan huruf
dengan angka, memperpanjang atau memperpendek pemakaian huruf atau memvariasi
huruf besar dan kecil membentuk sebuah kata dan kalimat. Bagi orang dewasa yang
masih berinteraksi dengan anak-anak ABG (baca = alay) tersebut, tentunya akan
sangat menyusahkan bila mereka menuliskan sesuatu (SMS/email misalnya).
Keberadaan bahasa alay dianggap kaum muda sebagai alat
komunikasi dalam pergaulan sehari-hari. Baik lisan maupun tulisan, bahasa ini
dianggap sebagai media berekspresi. Namun, tanpa disadari, lama kelamaan bahasa
alay bisa mengancam eksistensi Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan karena
semakin jauh berbeda dengan kaidah-kaidah bahasa yang baik dan benar.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, agar penelitian
ini jelas dan lebih terarah maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai
berikut :
1. Bagaimanakah
wujud pemakaian bahasa Alay dalam pergaulan?
2. Hal-hal
apa sajakah yang melatarbelakangi pemakaian bahasa Alay?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan deskripsi yang
jelas mengenai:
1. Wujud
Pemakaian bahasa Alay dalam pergaulan.
2. Hal-hal
yang melatarbelakangi pemakaian bahasa Alay.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat
Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah
teori yang berhubungan dengan penggunaan bahasa Alay.
2. Manfaat
Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini dapat memberikan
manfaat bagi :
a. Bagi
Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat
memberikan informasi kepada mahasiswa mengenai adanya faktor-faktor
sosiolinguistik yang di terapkan pada pemakaian bahasa Alay.
b. Bagi
Pengguna bahasa Alay
Hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan wawasan mengenai bahasa Alay digunakan dalam pergaulan.
c. Peneliti
Lain
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan inspirasi
maupun bahan pijakan kepada peneliti lain untuk melaksanakan penelitian
lanjutan.
E. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode
kualitatif. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan observasi ke lapangan
secara langsung dengan teknik pengumpulan data melalui pengamatan dan
pencatatan konteks suatu percakapan, merekam tuturan, dan wawancara. Setelah
data tersebut terkumpul kemudian penulis mentraskripsi data lalu
mengklasifikasi data berdasarakan domainnya. Setelah diklasifikasi, penulis
melakukan analisis dengan menggunakan teori di atas dengan tujuan mencari
gejala-gejala kebahasaan yang dapat menjadi indikator pergeseran atau
pemertahanan bahasa, serta mencari faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
pergeseran atau pemertahanan bahasa.
BAB
II
LANDASAN TEORI
Bahasa adalah alat komunikasi yang dipakai oleh masyarakat
untuk mengekspresikan gagasan yang telah menjadi konsesus bersama. Ekspresi
bahasa tersebut menggambarkan kecendrungan masyarakat penuturnya. Oleh
karenanya, untuk mempelajari dan menjelaskan bahasa niscaya harus melibatkan
aspek-aspek sosial yang mencitrakan masyarakat tersebut (Harimurti
Kridalaksana, 1985: 4), seperti tatanan sosial, strata sosial, umur, lingkungan
dan lain-lain. Berbeda dengan apa yang dikatakan oleh Chomsky bahwa bahasa
adalah asosial karena mengabaikan heterogenitas yang ada dalam masyarakat, baik
status sosial, pendidikan, umur, jenis kelamin latar belakang budayanya, dan
lain-lain (Silal Arimi, 2008).
Chomsky (dalam Wardhaugh, 1986: 10) memilah antara bahasa di
satu sisi dan budaya di sisi lain. Dalam mempelajari bahasa yang berhubungan
dengan sosial budaya akan menghasilkan empat kemungkinan. Pertama, struktur
sosial dapat mempengaruhi dan menentukan struktur atau perilaku bahasa. Kedua, struktur
dan perilaku bahasa dapat mempengaruhi dan menentukan struktur sosial. Ketiga,
hubungan keduanya adalah timbal balik. Keempat, struktur sosial dan struktur
bahasa sama sekali tidak berhubungan, inilah yang dianut oleh Chomsky.
Peranan bahasa yang utama adalah sebagai alat untuk
berkomunikasi antara manusia yang satu dengan yang lain dalam suatu masyarakat.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Mustakim (1994 : 2) bahwa bahasa sebagai
alat komunikasi digunakan oleh anggota masyarakat untuk menjalin hubungan
dengan masyarakat lain yang mempunyai kesamaan bahasa.
Dengan bahasa, manusia dapat saling berhubungan dengan
manusia lainnya, walaupun latar belakang sosial dan budayanya berbeda. Oleh
karena itu, fungsi bahasa yang paling mendasar adalah untuk berkomunikasi
(P.W.J. Nababan, 1993 : 40), yaitu alat pergaulan dan perhubungan sesama
manusia sehingga terbentuk suatu sistem sosial atau masyarakat. Bahasa sebagai
bagian dari masyarakat merupakan gejala sosial yang tidak dapat lepas dari
pemakainya. Sosiolinguistik sebagai cabang ilmu bahasa merupakan
interdisipliner ilmu bahasa dan ilmu sosial, berusaha menempatkan kedudukan
bahasa dalam hubungannya dengan pemakaian di dalam masyarakat.
Aspek pemakai bahasa berkaitan dengan mutu dan keterampilan
berbahasa seseorang. Aspek pemakaian bahasa mengacu pada bidang-bidang
kehidupan yang merupakan ranah pemakaian bahasa (Hasan Alwi dan Sugono, 2000).
Dalam menghadapi era globalisasi diperlukan suatu rumusan ketentuan mengenai
penggunaan bahasa Indonesia. Hal ini mengingat bahwa masalah kebahasaan di
Indonesia sangat rumit. Di Indonesia terdapat lebih dari 728 bahasa daerah.
Bahasa-bahasa daerah itu hidup dan berkembang serta dipergunakan dengan setia
oleh penuturnya. Selain itu, di Indonesia terdapat bahasa asing. Walaupun
kedudukan dan fungsi bahasa daerah dan bahasa asing itu sudah diatur
penggunaannya, tetap saja pemakaian bahasa daerah dan bahasa asing (Inggris)
dipergunakan semaunya oleh pemakainya. Kenyataan itu akan menyudutkan
penggunaan bahasa Indonesia. Seperti dikatakan oleh Hudson (1980) ragam bahasa
itu bergantung pada who, what, when, where, why. Dengan demikian, dalam situasi
formal tentulah ragam formal yang dipilih, sedangkan dalam situasi nonformal
tentu pula ragam nonformal yang digunakan.
Untuk pemilihan ragam nonformal tidaklah perlu
dipermasalahkan. Penggunaan bahasa Indonesia yang bercampur kode dengan bahasa
gaul, prokem, slang, ataupun bahasa daerah selagi tidak tidak dipakai dalam
situasi formal tidaklah perlu dirisaukan. Namun, yang menjadi kerisauan kalau
ragam formal bahasa Indonesia (baku) itu digunakan tidak sebagaimana mestinya.
Variasi atau ragam formal itu digunakan, antara lain, dalam pidato kenegaraan,
rapat dinas, surat-menyurat dinas, ceramah keagamaan, buku pelajaran, karya
ilmiah (Nababan, 1993).
Menurut Fishman (dalam Chaer & Agustina, 1995: 204)
untuk mengkaji pemilihan bahasa dapat dilakukan dengan menggunakan konteks
institutional tertentu yang disebut dengan domain, yang di dalamnya menunjukkan
kecenderungan menggunakan satu variasi tertentu daripada variasi lain. Domain
dipandang sebagai konstelasi faktor-faktor seperti lokasi, topik, dan
partisipan, seperti keluarga, tetangga, teman, transaksi, pemetintahan,
pendidikan, dsb. Misalnya jika seorang penutur berbicara dalam lingkungan
keluarga maka dikatakan berada dalam domain keluarga. Analisis domain ini
biasanya terkait dengan analisis diglosia, sebab ada domain yang formal dan
domain yang tidak formal. Di masyarakat yang diglosia untuk domain yang tidak
formal dapat digunakan bahasa ragam rendah (low language), sedangkan dalam
domain yang formal dipakai bahasa ragam tinggi (high language). Maka pemilihan
satu bahasa atau ragam bahasa tergantung domainnya.
Menurut Fasold (1984: 213-214) pergeseran dan pemertahanan
bahasa merupakan hasil dari proses pemilihan bahasa dalam jangka waktu yang
sangat panjang. Pergeseran bahasa menunjukkan adanya suatu bahasa yang
benar-benar ditinggalkan oleh komunitas penuturnya. Hal ini berarti bahwa
ketika pergeseran bahasa terjadi, anggota suatu komunitas bahasa secara
kolektif lebih memilih menggunakan bahasa baru daripada bahasa lama yang secara
tradisional biasa dipakai. Sebaliknya, dalam pemertahan bahasa para penutur
suatu komunitas bahasa secara kolektif memutuskan untuk terus menggunakan bahasa
yang mereka miliki atau yang secara tradisional biasanya digunakan.
Gejala-gejala yang menunjukkan terjadinya pergeseran dan
pemertahan bahasa pun dapat diamati. Misalnya, ketika ada gejala yang
menunjukkan bahwa penutur suatu komunitas bahasa mulai memilih menggunakan
bahasa baru dalam domain-domain tertentu yang menggantikan bahasa lama, hal ini
memberikan sinyal bahwa proses pergeseran bahasa sedang berlangsung. Akan
tetapi, apabila komunitas penutur bahasanya monolingual dan secara kolektif
tidak menggunakan bahasa lain, maka dengan jelas ini berarti bahwa komunitas
bahasa tersebut mempertahankan pola penggunaan bahasanya.
Pemertahanan bahasa bukan hanya terjadi di dalam komunitas
tutur yang
monolingual,
tetapi terjadi pula dalam masyarakat bilingualisme serta multilingualisme.
Namun, hal semacam ini hanya terjadi ketika komunitas penutur bahasanya
diglosia. Sistem pemertahanan bahasa dalam komunitas bahasa yang multilingul
seperti ini menunjukkan gejala bahwa para penuturnya menggunakan suatu bahasa
tertentu dalam domain-domain tertentu dan menggunakan bahasa lain dalam
domain-domain yang lain. Oleh karena itu, dalam komunitas semacam ini terjadi
dinamika penggunaan bahasa.
Beberapa kondisi cenderung diasosiasikan dengan pergeseran
bahasa. Akan tetapi, kondisi yang paling mendasar adalah bilingualisme,
meskipun bilingualisme bukan satu-satunya hal yang mendorong terjadinya
pergeseran bahasa. Menurut Lieberson (dalam Susi Yuliawati, 2008: 11) hampir
semua kasus pergeseran bahasa dalam masyarakat terjadi melalui peralihan
intergenerasi. Dengan kata lain, peralihan bahasa terjadi melalui beberapa
generasi dalam satu masyarakat dalam jangka waktu yang cukup panjang. Namun,
ada juga komunitas selama berabad-abad sehingga ini berarti bahwa keberadaan masyarakat
tidak berarti akan terjadinya pergeseran bahasa. Beberapa faktor lain yang
menjadi pemicu pergeseran bahasa.
Faktor-faktor tersebut antara lain migrasi, baik yang
dilakukan oleh kelompok kecil ke wilayah yang menyebabkan bahasa mereka tidak
lagi digunakan, maupun oleh kelompok besar yang memperkenalkan populasi lokal
dengan bahasa baru; industrialisasi dan perubahan ekonomi; sekolah bahasa dan
kebijakan pemerintah; urbanisasi prestise yang lebih tinggi; dan jumlah
populasi yang lebih sedikit untuk bahasa yang mengalami pergeseran. Hal ini
sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Holmes (2001) bahwa faktor-faktor yang
medorong pergeseran bahasa adalah fakor ekonomi, sosial, politik, demografis,
perilaku, dan nilai dalam suatu komunitas.
Bahasa Alay
Alay berasal dari kata Anak Layangan. Bahasa Alay bisa
dikatakan bahasa kampungan, karena memang bahasa tersebut sungguh-sungguh tidak
memngenal etika berbahasa dan biasanya yang bermain layangan adalah anak-anak
kampung (orang kota juaga sering, namun kota pinggiran). Apabila kita
menggunakan bahasa Alay secara tidak langsung telah melecehkan lawan bicara
kita baik secara tulisan ataupun lisan. Pada umumnya bahasa alay lebih nampak
dalam bentuk tulisan (8studio-desainmultimedia.blogspot.com).
Alay, Alah lebay, Anak Layu, atau Anak keLayapan yang
menghubungkannya dengan anak Jarpul (Jarang Pulang). Tapi yang paling santer
adalah anak layangan. Dominannya, istilah ini untuk menggambarkan anak yg sok
keren, secara fashion, karya (musik) maupun kelakuan secara umum. Konon asal
usulnya, alay diartikan “anak kampong” karena anak kampung yang rata-rata
berambut merah dan berkulit sawo gelap karena kebanyakan main layangan.
Berikut adalah pengertian alay menurut beberapa ahli (Wahyu Adi
Putra Ginting, 2010):
Koentjara Ningrat: "Alay adalah gejala yang dialami
pemuda-pemudi Indonesia, yang ingin diakui statusnya diantara teman-temannya.
Gejala ini akan mengubah gaya tulisan, dan gaya berpakain, sekaligus
meningkatkan kenarsisan, yang cukup mengganggu masyarakat dunia maya (baca:
Pengguna internet sejati,
kayak blogger dan kaskuser). Diharapkan Sifat ini segera hilang, jika tidak akan mengganggu masyarakat sekitar.
kayak blogger dan kaskuser). Diharapkan Sifat ini segera hilang, jika tidak akan mengganggu masyarakat sekitar.
Selo Soemaridjan: "Alay adalah perilaku remaja
Indonesia, yang membuat dirinya merasa keren, cantik, hebat diantara yang lain.
Hal ini bertentangan dengan sifat Rakyat Indonesia yang sopan, santun, dan
ramah. Faktor yang menyebabkan bisa melalui media TV (sinetron), dan musisi
dengan dandanan
seperti itu."
seperti itu."
Salah satu ciri dari alay tersebut adalah tulisannya yang
aneh dan di luar nalar serta akal sehat. Di sini, saya akan mengklasifikasikan
alay-alay ke beberapa tingkatan atau strata menurut dari tulisan mereka (di
sini saya bukan mau ngebahas alay dari wajah atau penampilannya, wajah adalah
pemberian dari Tuhan yang merupakan anugerah untuk kita. Kalo tulisan kan emang
biasanya dibuat oleh para alay itu sendiri).
Bahasa Alay muncul pertama kalinya sejak ada program SMS
(Short Message Service) atau pesan singkat dari layanan operator yang
mengenakan tarif per karakter yan berfungsi untuk menghemat biaya. Namun dalam
perkembangannya kata-kata yang disingkat tersebut semakin melenceng, apalagi
sekarang sudah ada situs jejaring sosial. Dan sekarang penerapan bahasa Alay
sudah diterapkan di situs jejaring sosial tersebut, yang lebih parahnya lagi
sudah bukan menyingkat kata lagi, namun sudah merubah kosa katanya bahkan cara
penulisannya pun bisa membuat sakit mata orang yang membaca karena menggunakan
huruf besar kecil yang diacak ditambah dengan angka dan karakter tanda baca.
Bahkan arti kosakatanya pun bergeser jauh dari yang dimaksud. Semua kata dan
kalimat ‘dijungkirbalikkan’ begitu saja dengan memadukan huruf dan angka.
Penulisan gaya alay atau anak lebay tidak membutuhkan standar baku atau panduan
khusus, semua dilakukan suka-suka dan bebas saja.
Sepertinya inilah tren generasi alay. Tulisan gaya alay bisa
dengan mudah ditemukan di blog dan forum di internet. Semua kata dan kalimat
‘dijungkirbalikkan’ begitu saja dengan memadukan huruf dan angka. Penulisan
gaya alay atau anak lebay tidak membutuhkan standar baku atau panduan khusus,
semua dilakukan suka-suka dan bebas saja. Sepertinya inilah tren generasi alay.
Tulisan gaya alay bisa dengan mudah ditemukan di blog dan forum di internet.
Seiring perkembangan zaman, alay sering diidentifikasikan
menjadi
narsis, fotogenic, sok gaul, emo, dan lain-lain. Secara garis besar, mungkin karena salah pergaulan, maka yang merupakan ciri-ciri alay adalah sebagai berikut.
narsis, fotogenic, sok gaul, emo, dan lain-lain. Secara garis besar, mungkin karena salah pergaulan, maka yang merupakan ciri-ciri alay adalah sebagai berikut.
1. Selalu
ngerasa paling tau tentang sepeda dan kegiatan bersepeda. Padahal jarang banget
gowes,,, sekalinya gowes palingan pas ada Event atau ada liputan aja untuk
memburu Goodie Bag atau sekedar Narsis.com
2. Tongkrongannya
di pinggir pinggir jalan
3. Ketika
sedang berkumpul, membawa handshet untuk mendengerkan lagu dari
handphone sehingga terkesan pamer. Mereka bergaya bertelfon dan ber-SMS.
Kondisi terparah adalah suka menunjukkan SMS dari cewek/cowok kepada temannya
agar dibilang pacarnya
perhatian.
perhatian.
4. Terkesan
EMO, tapi ketika ditanya sejarah EMO tidak tahu.
5. Terkesan
ingin 'gaul' mengikuti tren yang sekarang tapi terlalu LEBAY (contoh:
padu-padan pakaian tetapi tidak serasi; baju hijau,celana kotak kotak, sepatu
merah, kacamata biru!)
6. Dimana-mana
selalu berfoto-foto narsis (entah itu di track sepeda, WC, mobil, kamar,
stasiun , angkot, dan lain-lain).
7. Foto
bergaya aneh
8. Kalu
cewek, setiap hari membahas pacar. (contoh: eh tau ga si A tadi gini loh sama
gue hahaha lucu bgt ya?
9. Buat
cowok, tiap hari cari musuh (ribut) sama agar dianggap keren
10. Pada
account facebook atau friendster, bagi yang cewek di album fotonya
memajang cowok-cowok ganteng meskipun tidak kenal supaya dianggap cantik dan
gaul. Untuk yang cowok, majang foto cewek semua walau tidak kenal agar disangka
cowok ganteng.
11. Suka
ngirim ‘status’ tidak jelas di yahoo, Friendster atau facebook
:"akko onlenndh dcnniih" ato "ayokk perang cummendh cmma
saiia"
12. Menganggap
dirinya eksis di friendster atau Facebook atau Multiply (kalau comments
banyak berarti anak gaul, menjadi lomba banyak-banyakan comment)
13. Kalau
ada org yang hanya melihat profil user di jejaring sosial,lalu mengirim testimonial:
"hey cuman view nih?" ataau "heey jgn cuman view doang,add dong!
14. Jejaring
sosial dipenuhi glitter-glitter norak yang pastinya bisa merusak retina
mata
15. Nama
profil jejaring sosial mengagung-agungkan diri sendiri, seperti: pRinceSs
cuTez,sHa luccU, cAntieqq, dan lain-lain.
16. Kata/singkatan
selalu diakhiri huruf z/s
17. Foto
di jejaring sosial bisa mencapai 300 lebih padahal hanya foto DIRINYA SENDIRI
18. Diam-diam
mengidolakan : kangen band, st12, radja
19. Suka
menghina orang lain yang tidak sama seperti dia.
BAB III
PEMBAHASAN
-
kaMI pUtra daN PUtri Indonesia, menjunjuNg tinGgi BaHaSa
persatuan, baHasA iNDonESia
-
K4m1 putr4 dan putr1 1nd0n3514, m3njunjung t1n661 b4ha54
p3r54tu4n, b4h45a 1nd0ne514
-
Kmi putr dn ptri Indns, mnjunjng tngg bhs prstan, bhs Indns
1n5y4 4JJl N4nt1 50re ud 4d4 4cr4.
p0kUqnY 5e3p b3ud..
QuWwh gag biCa cuKa aMa
cO aGiih, uWawAnthi c0 bgdZ deCh
Tulisan di atas sama sekali bukan kode bahasa rahasia
intelijen. Tapi sekadar gaya bahasa tulis yang sedang populer di kalangan anak
muda sekarang ini. Gaya bahasa ini mudah dijumpai di SMS yang ada di handphone
mereka, atau pada status dan wall Facebook/Twitter atau situs jejaring sosial
lainnya. Bagi orang yang bukan sesusia atau bukan dari kalangannya akan
langsung merasa sebal atau malah pusing membacanya. Namun, jika sudah bisa
menebak artinya, jangan keburu senang dulu. Sebab tidak selamanya langsung bisa
paham maksudnya. Persoalannya, tidak ada kaidah tetap untuk bahasa-bahasa ini.
Satu-satunya aturan adalah justru ketidakaturan itu sendiri. Jangan dibahas apa
rumusnya “gue” bisa menjadi: gw, W, atau malah G saja. Belum lagi untuk
menyatakan ekspresi, kemungkinannya semakin tidak terbatas. Contohnya untuk
tertawa, jika Anda hanya mengenal hehehe… atau he3x, sekarang ada wkwkwk,
xixixi, haghaghag, dan sebagainya. Jangan bayangkan pula bagaimana ini mau
diucapkan secara lisan, karena untunglah ini hanya bahasa tulis.
Awal mula kemunculan bahasa rumit ini tak lepas dari perkembangan
SMS atau layanan pesan singkat. Namanya pesan singkat, maka menulisnya jadi
serba singkat, agar pesan yang panjang bisa terkirim hanya dengan sekali SMS.
Selain itu juga agar tidak terlalu lama mengetik dengan tombol handphone yang
terbatas. Awalnya memang hanya serba menyingkat. Kemudian huruf-huruf mulai
diganti dengan angka, atau diganti dengan huruf lain yang jika dibaca kurang
lebih menghasilkan bunyi yang mirip.
Belakangan, bukannya disingkat malah dilebih-lebihkan,
seperti “dulu” menjadi “duluw”. Ketika jejaring sosial lewat internet datang
sebagai media baru yang mewabah, budaya menulis pesan singkat ini terbawa dan
makin hidup di situ. Lambat laun ini menjadi semacam sub budaya dalam cara
berkomunikasi anak muda yang kemudian disebut sebagai Anak Alay, dengan Bahasa
Alay sebagai intangible artefact-nya.
Ada sumber yang menyebutkan, alay ini berasal dari singkatan
“anak layangan”, yang punya asosiasi pada anak muda tukang kelayapan, atau anak
kampung yang berlagak mengikuti tren fashion dan musik. Ada lagi yag sekadar
merujuk pada anak muda yang demi mendapatkan pengakuan di tengah lingkungan
pergaulan akan melakukan apa saja, dari meniru gaya pakaian, gaya berfoto
dengan muka yang sangat dibuat-buat, hingga cara menulis yang dibuat “sok” kreatif
dan rumit seperti di atas.
Fenomena bahasa alay itu sendiri mengingatkan pada fenomena
bahasa gaul yang hampir selalu ada pada setiap generasi anak muda.
Bahasa-bahasa gaul yang tidak serta merta hilang terkubur dibawa peralihan
generasi. Seperti “bokap” atau “nyokap”, jejak bahasa prokem yang tentu Anda
masih sering dengar dalam bahasa percakapan saat ini.
Menengok lebih jauh lagi ke belakang, generasi eyang-eyang
yang besar di kawasan segitiga Yogyakarta-Solo-Semarang era tahun empatpuluhan
sampai limapuluhan pernah menciptakan apa yang mereka namakan bahasa rahasia,
dengan menyisipkan “in” di antara huruf mati dan huruf hidup. Jadi jika ingin
mengatakan “mambu wangi” (bau harum) akan menjadi “minambinu winangini”. Untuk
yang advance, bahasa “in” ini dibuat lebih sulit lagi dengan memenggal bagian
belakang. Sehingga “mambu wangi” cukup menjadi “minam winang”.
Di era delapanpuluhan, bahasa rahasia ini nyaris punah.
Peninggalannya hanya tersisa pada bahasa lisan para eyang. Meski demikian
melalui media radio sempat ada upaya reproduksi bahasa ini untuk penyebutan
“cewek” jadi “cinewine”. Ingat? Di era delapanpuluhan ini yang lebih terkenal
adalah bahasa prokem. Rumusnya adalah menyisipkan bunyi “ok” dan penghilangan
suku kata terakhir. Seperti “bapak” jadi “bokap”. Dibandingkan bahasa rahasia
Jawa, aturan atau rumus untuk bahasa “okem” ini lebih tidak beraturan lagi.
Kaidahnya jadi irregular seperti “mobil” jadi “bo’il”, atau “dia” jadi “doi”
atau “doski”, atau yang termasuk jauh, “makan” jadi “keme”.
Di era sembilanpuluhan anak muda Yogyakarta membuat bahasa
walikan, yaitu menukar huruf-huruf dalam urutan alfabet Hanacaraka. Rumusnya,
ha-na-ca-ra-ka bertukar dengan pa-dha-ja-ya-nya, sementara da-ta-sa-wa-la
bertukar dengan ma-ga-ba-tha-nga. Akibatnya, huruf “m” jadi “d”, huruf “t” jadi
“g”. Contohnya, “matamu” menjadi “dagadu”, seperti merek industri kaos terkenal
yang digemari anak muda di Yogya. Bahasa walikan ini awalnya muncul sebagai
bahasa gaul di lingkungan kampus, sebagai respon terhadap masuknya pengaruh
kultur baru yang dibawa para mahasiswa dari luar kota Yogyakarta.
Jika bahasa walikan adalah respon kultural anak muda
terhadap perubahan yang datang dari luar, dan bahasa prokem punya konteks
perlawanan anak muda urban kelas menengah terhadap hipokrisi orang dewasa, maka
bahasa alay saat ini lebih mencerminkan kultur yang arbitrer, serba acak dan
suka suka. Penyebabnya, teknologi komunikasi dan informasi dengan jejaring
informasi betul-betul membuat dunia lebih datar, seolah-olah tiap individu bebas
untuk mengusung produk budaya masing-masing. Sehingga de facto tidak ada aturan
yang benar-benar dianut secara baku seperti tampak dari bentuk bahasa alay yang
tidak beraturan itu. Buat Anda generasi dewasa jangan merasa tertinggal jika
Anda tidak mampu mengejar istilah-istilah baru ini. Karena semakin dikejar,
semakin banyak yang muncul lebih aneh lagi, sama banyak dengan yang tersisih
karena dianggap lawas dan “jadul”.
Bahasa Inggris sebenarnya lebih banyak alaynya daripada
Bahasa Indonesia. Seperti LOL (laughing out loud), ROFL (rolling on the floor
laughing) misalnya, FYI (For your Information) atau CMIIW (correct me if I'm
wrong) misalnya. Masalahnya pengguna Bahasa Inggris berasal dari berbagai
negara sehingga tiap-tiap negara menciptakan aksen dialek (british, american,
australian, russian, indian, chinese, dan lain-lain) dan belum lagi dicampur
dengan kosakata dari anak muda. Jadi, keberadaan bahasa alay itu normal karena
artinya ada akulturasi budaya.
Berikut
adalah kata-kata yang lazim dipakai oleh komunitas alay:
Add :
Et, Ett (biasanya minta di add friendster/facebook/twitter)
Aja :
Ja, Ajj
Aku :
Akyu, Akuwh, Akku, q.
Anak :
Nax, Anx, Naq
Apa :
Pa, PPa (PPa ???)
Banget :
Bangedh, Beud, Beut
Baru :
Ru
Belum :
Lom, Lum
Bokep :
Bokebb
Boleh :
Leh
Buat :
Wat, Wad
Cakep :
Ckepp
Cape :
Cppe, Cpeg
Cewek :
Cwekz
Chat :
C8
Cowok :
Cwokz
Cuekin :
Cuxin
Curhat :
Cvrht
Deh :
Dech, Deyh
Dong :
Dumz, Dum
Dulu :
Duluw
Gitu :
Gtw, Gitchu, Gituw
Gue :
W, Wa, Q, Qu, G
Hai :
Ui
Halo :
Alow
Imut :
Imoetz, Mutz
Ini :
Iniyh, Nc
Kakak :
Kakagg
Kalau :
Kaluw, Klw, Low
Kalian :
Klianz
Kamu :
Kamuh, Kamyu, Qmu, Kamuwh
Kan :
Khan, Kant, Kanz
Karena/Soalnya : Coz, Cz
Kenal :
Nal
Keren :
Krenz, Krent
Ketawa :
wkwkwk, xixixi, haghaghag, w.k.k.k.k.k., wkowkowkwo
Khusus :
Khuzuz
Kok :
KoQ, KuQ, Kog, Kug
Kurang :
Krang, Krank (Crank?)
Lagi :
Ghiy, Ghiey, Gi
Lo/kamu : U
Loh :
Loch, Lochkz, Lochx
Love :
Luph, Luff, Loupz, Louphh
Lucu :
Luthu, Uchul, Luchuw
Lupa :
Lupz
Maaf :
Mu’uv, Muupz, Muuv
Main :
Men
Makan :
Mumz, Mamz
Manis :
Maniezt, Manies
Masuk :
Suk, Mzuk, Mzug, Mzugg
Mengeluh : Hufft
Nggak :
Gga, Gax, Gag, Gz
Nih :
Niyh, Niech, Nieyh
Nya,
contoh : misalnya, jadi misalna, misal’a, misal.a
Paling :
Plink, P’ling
Pasti :
Pzt
Punya :
Pya, P’y
Reply :
Repp (ini yang paling sering ditemukan di dunia maya)
Rumah :
Humz, Hozz
Salam :
Lam
Sayang :
Saiank, Saiang
Sempat :
S4
Setiap :
Styp
Siapa :
Sppa, Cppa, Cpa, Spa
Sih :
Siech, Sieyh, Ciyh
SMS :
ZMZ, XMX, MZ
Sorry :
Cowwyy, Sowry
Tapi :
PPi
Tau :
Taw, Tawh, Tw
Telepon : Tilp
Tempat :
T4
Terus :
Rus, Tyuz, Tyz
Tiap :
Tyap
Tuh :
Tuwh, Tuch
Udah :
Dagh
Ya/Iya :
Yupz, Ia, Iupz
Yang :
Iank/Iang, Eank/Eang (ada juga yang iiank/iiang)
Yuk :
Yuq, Yuqz, Yukz
Contoh kalimat alay:
Aq 4L4Y — QM Maw Ap4h?!
Aq 4L4Y — QM Maw Ap4h?!
QmO
dLaM iDopQhO (kamu dalam hidupku..)
q
tWo……… (aku tau……)
qMo
mANk cLiD wAd cYanK m qHo (kamu memang sulit buat sayang sama aku)
tPhE
qMo pLu tHwO„„„ (tapi kamu perlu tau….)
mY
LuPi”…… (my love, cintaku, lupi lupi di kuping gue kedengerannya kayak permen
yupi) aLwaYs 4’U……… (always for you, cuman buat kamu)
cO’nA
cMa qMo YaNk Co WaD qHo cYuM… (soalnya cuma kamu yang cowo buat aku senyum -oke
ni si ophi jelas jelas tidak mengikuti kaidah yang benar dalam membuat struktur
kalimat)
k’tHwA„„„„„„„� ��„„ (ketawa…)
cNeNk……………..
(dan senang)
tHanKz
b’4„„„„„„ (thanks before, terimakasih sebelumnya)
yOz
aLaWAiCe d bEzT……… (you always the best, kamu selalu yang terbaik -ALAWAICE?
WTF?)
iN
meYe heArD„„„„„„, (in my heart, dalam hatiku)
tHo_tHo……
(dadah -ini dadah)
LupHz
yOu„„ (love you, sayang kamu)
bU_bU„„„
(tidur)
I’m
ReGrEeEeeEEeeEet nOw……………. (aku menyesal sekarang)
naFaZ„„„„„„„„� ��, (napas)
bNcHi
qOh nGmBAnK………………. (benci aku ngambang)
hOeKkkKKk……………..
(sound effect muntah, HOEEEKK).
nPhA
jDe gnE????????? ?????? (mengapa jadi begini?)
i
dOn’t LiKe tHaT………….. (I don’t like that, aku tidak suka itu)
qOh
g Mo iDoP dLAM kmNfqAn………. (aku ga mau hidup dalam kemunafikan)
tHiZ
iZ buLLsHiT!!!! !!!!!!! (this is bullshit!, ini semua omong
kosong!!! -penuh amarah membara)
kosong!!! -penuh amarah membara)
sHiT!!!!!!!!
!!!!!!!!! !!!!! !!!!!!!!!!!! !!!! (shit!!!!!! TA* )
SADAM
WITHOUT WORD!!!!!!!! !!!!!!!!! !! (sadam without word, sadam tanpa kata -WTF
tiba tiba bawa sadam? ato DIAM maksudnya? oh diam deh kayaknya)
HAifTf………………
(huff)
TaKe
mE 2 yOuR hEaRtZzz???? ????????? ????? (take me to your heart, bawa aku ke
dalam hatimu)
cXnK
qMoh tO cKiDnAAAAaaaAaAaaaa……. (sayang kamu tuh sakitnya…)
m_tHa
apOn YoH……………… (minta ampun ya…)
qoH
tLuZ”aN uCHA bWaD tTeP qEqEUh cXnK qMo………. (aku terus terusan berusaha buat
tetep kekeuh sayang kamu…)
bUD„„„„„„„„„
, (but, tetapi…)
UhuHuHfTFTf…………..
.. (huft huft -ehem ophi centil deh)
cIa”
adJA………………… (sia sia aja -CIA? yang di amerika?)
shIt????????
???? (TA*??????)
maYbe???????
???????? (maybe, mungkin????? )
ckIdDDdddDDDd„„„„„� �, „„„„„„„„„„ „„„ „„ (SAKIIIIIIT!
-ini ngomong sakitdoang kayak suara ban ngerem ehm)
pGEn
qOh tO bLanK……………………. . (pengen aku tuh bilang)
U
bLOkE mY hEaLtH!!!!!! !!!!!!!!! ! (you bloke my health, kamu cowokesehatanku,
atau kamu merusak kesehatanku? -HAHAHAHAHA YOU BROKE MY HEART KOK JADI YOU
BLOKE MY HEALTH? jauh gitu artinyaaaa! LOL)
i
tHinK…………….. (aku pikir…)
it’Z
DISGUSTING vOiCE……………….. (itu suara menjijkan -ga nyambung)
anDeE………………….
(andaiii…)
adJA
g2 dRe wAL…………….. (aja gitu dari awal)
qTaH
gAg mKeN dIEM”aN gNe tOh???!?@??@ ?@??@@?@? (kita ga makin diem dieman gini
tho’?)
Sesuatu yang jauh lebih berharga dari sekedar sarkasme tak
bertanggung jawab dapat dilakukan dalam mengkaji fenomena ini. Di situs
jejaring sosial semacam Facebook sendiri telah lama terbentuk Grup Anti Alay.
Dan tindakan-tindakan ‘anti’ semacam ini telah berujung pada tindakan
aniaya-karakter. Bukankah jauh lebih berharga bila mencurahkan energi untuk
berbuat sesuatu terhadap gejala tindakan fasis seperti ini, dan bukan cuma
dengan gagap dan latah mengatakan bahwa bahasa alay merusak bahasa nasional
Indonesia.
Kalangan pendidik hendaknya tidak perlu gelisah berlebihan
karena menganggap perkembangan "Bahasa Alay" dapat merusak Bahasa
Indonesia.
Bahasa alay yang banyak digunakan oleh generasi muda Indonesia hanya mempunyai syarat mengancam dan merusak bahasa Indonesia apabila digunakan pada media yang tidak pada tempatnya. Bahasa kawula muda itu akan mengancam Bahasa Indonesia jika digunakan pada forum resmi seperti seminar, perguruan tinggi, sekolah atau dalam tata cara surat menyurat resmi di perkantoran.
Bahasa alay yang banyak digunakan oleh generasi muda Indonesia hanya mempunyai syarat mengancam dan merusak bahasa Indonesia apabila digunakan pada media yang tidak pada tempatnya. Bahasa kawula muda itu akan mengancam Bahasa Indonesia jika digunakan pada forum resmi seperti seminar, perguruan tinggi, sekolah atau dalam tata cara surat menyurat resmi di perkantoran.
Tapi, jika hanya diigunakan sebagai bahasa pergaulan di
media baru yang memilih cara interaksi baru seperti SMS, jejaring sosial
facebook atau twitter, tak ada alasan untuk mengkhawatirkan Bahasa Alay. Bahasa
gaul itu berinteraksi pada tempatnya. Keberadaannya dapat memperkaya kajian
para ahli linguistic yang tengah menyusun skripsi/tesis/disertasi mengenai
penggunaan bahasa gaul bahasa SMS atau jejaring sosial yang marak digunakan
oleh generasi muda. Oleh karena itu, tidak perlu mengambil langkah berlebihan
dalam melindungi Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia justru akan teruji dan
berkembang sesuai jamannya, dengan adanya berbagai variasi bahasa di
sekitarnya.
Bahasa yang digunakan telah membuka cara baru tentang
bagaimana orang menggunakan bahasa dalam komunikasi. Sebuah genre baru dalam
penggunaan bahasa yang tidak dapat dikategorikan sebagai penggunaan bahasa yang
benar, baik lisan atau bahasa tertulis telah muncul. Cara baru menggunakan
bahasa di kalangan anak muda yang menggunakan bahasa alay sebagai sarana
komunikasi mereka menunjukkan karakteristik menarik:
1. Sebuah
penggunaan kreatif dan acak menulis kalimat dengan simbol, singkatan, akronim,
emoticon, modal dan penggunaan kreatif lainnya kombinasi huruf.
2. Perbedaan antara apa yang benar dan apa yang tidak benar
yang kabur. Sulit untuk membedakan apa yang dianggap serius dan yang hanya
komentar periang dan karena itu tidak benar.
3. Apa yang sering dianggap tidak sopan dan kasar dalam
komunikasi kehidupan nyata dapat diterima dengan mudah saat dikirim di
Facebook. Wajah tidak lagi merupakan masalah ketika orang melempar komentar
satu sama lain. Semakin kreatif respon, umpan balik lebih kreatif mereka
dapatkan.
4. Perbedaan Gender tidak menjadi masalah dalam komunikasi
dapat. Beberapa stereotip perempuan dan laki-laki kabur atau menyeberang.
Orang-orang yang menulis atau menggubah cara eja alay
berpikir mereka kreatif karena mereka memang kreatif. Dan gaya eja itu menunjukkan
kompetensi penuh atas ortografi Bahasa Indonesia. Gaya eja alay bekerja pada
tataran linguistik bahasa. Perhatikan saja: bukankah gaya eja itu menggunakan
anasir-anasir serupa homofon, atau bahkan semiotika? Gaya eja alay
memperlakukan abjad, tanda baca, dan bilangan sebagai simbol yang
memanifestasikan bunyi atau huruf tertentu sehingga dapat menikmati kekreatifan
linguistik semacam ini. Gaya eja alay justru memecahkan sandi yang digunakan
dalam penulisan. Tulisan alay adalah sebagai sandi dan hanya butuh sedikit
kesabaran dan waktu untuk terbiasa dengannya dan untuk mampu memecahkannya.
Pengguna gaya eja alay pun telah mempraktikkan gaya ejanya
di tempat yang semestinya. Mereka berbahasa alay bukan dalam laporan ilmiah
atau pidato resmi. Mereka berbahasa alay dalam ruang-ruang bahasa yang sifatnya
lebih santai seperti di situs jejaring sosial, obrolan pribadi, dan pesan
singkat.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan yang dapat diajukan dari pembahasan ini adalah:
1.
Ciri dari alay tersebut adalah
tulisannya yang aneh dan di luar nalar serta akal sehat. Di sini, saya akan
mengklasifikasikan alay-alay ke beberapa tingkatan atau strata menurut dari
tulisan mereka.
2. Bahasa
Alay muncul pertama kalinya sejak ada program SMS (Short Message Service) atau
pesan singkat dari layanan operator yang mengenakan tarif per karakter yan
berfungsi untuk menghemat biaya
3. Tulisan
gaya alay bisa dengan mudah ditemukan di blog dan forum di internet.
4. Kalangan
pendidik hendaknya tidak perlu gelisah berlebihan karena menganggap
perkembangan "Bahasa Alay" dapat merusak Bahasa Indonesia.
Bahasa alay yang banyak digunakan oleh generasi muda Indonesia hanya mempunyai syarat mengancam dan merusak bahasa Indonesia apabila digunakan pada media yang tidak pada tempatnya.
Bahasa alay yang banyak digunakan oleh generasi muda Indonesia hanya mempunyai syarat mengancam dan merusak bahasa Indonesia apabila digunakan pada media yang tidak pada tempatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Fasold, Ralph.1984. The Sociolinguistics of Society.
England: Basil Blackwell Publisher.
Hasan Alwi dan Sugono, Dendy. 2000. Politik Bahasa: Risalah
Hudson. R.A. 1980. Sociolinguistics. Cambridge: Cambridge
Kridalaksana, Harimurti. 1985. Fungsi Bahasa dan Sikap
Bahasa. Flores: Nusa Indah.
Mustakim. 1994. Membina Kemampuan Berbahasa: Panduan ke
Arah Kemahiran Berbahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Nababan, P.W.J. (1993) Sosiolinguistik: suatu
pengantar/P.W.J. Nababan. Jakarta Gramedia Pustaka Utama 1993.
Penggunaan Bahasa.” (http://www2,kompas. com.htm, diakses 10
September 2008).
Seminar Politik Bahasa. Jakarta: Pusat Bahasa. Chaer, A.
& Agustina, L. 1995. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka
Cipta.
Silal Arimi, “Sosiolinguistik” http://i-elisa.ugm.ac.id./
inex.php?app=komunitas_ home diakses pada 15 April 2008.
Susi Yuliawati. 2008 Situasi Kebahasaan di Wilayah
Pangandaran: Suatu Kajian “Sosiolinguistik tentang Pergeseran dan Pemertahanan
Bahasa”. Makalah. Bandung: Fakultas Sastra Unpad University Press.
Kompas, 22 Agustus 2005. ”Mengatur
Wardhaugh, Ronald. 1986. An Intriduction to Lingusitics. New
York: Basil, Blackwell
Warsiman. 2007. Kaidah bahasa Indonesia yang Benar: untuk
Penulisan Karya Ilmiah (Laporan-Skripsi-Tesis-Desertasi). Bandung: Dewa
Ruchi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar